Jumat, 08 Juni 2012

karakter pembelajaran kontekstual

D.    Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1.    Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konnteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting)
2.    Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learnig)
3.    Pembelajaran dilaksanakan dengan meberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing)
4.    Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antarteman (learning in a group)
5.    Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerjasama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply)
6.    Pembelajaran dilaksanakan secara aktif,  kreatif, produktif, dan mementingkan kerjasama (learning to ask, to inquiry, to work together)
7.    Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).
Secara lebih sederhana karakteristik pembelajaran kontekstual dengan cara  menderetkan 10 (sepuluh) kata kunci, yaitu : 1) Kerjasama, 2) Saling menolong, 3) Menyenangkan, tidak membosankan, 4)  Belajar dengan gairah,  5) Pembelajaran terintegrasi, 6) Menggunakan berbagai sumber, 7) Siswa aktif, 8) Sharing dengan teman, 9)  Siswa kritis, dan 10) Guru kreatif
a)    Prinsip Ilmiah dalam CTL
Berbagai pengamatan ilmiah yang teliti dan akurat menunjukkan keseluruhan alam semesta ditopang dan diatur oleh tiga prinsip, yaitu kesaling-bergantungan, diferensiasi dan pengaturan diri sendiri. Ilmu fisika kuantum modern, kosmologi dan biologi telah menemukan tiga prinsip yang memberikan pandangan baru pada kita. Prinsip-prinsip tersebut adalah kesaling-bergantungan, diferensiasi dan pengorganisasian diri, yang menunjukkan bahwa alam semesta sama sekali tidak diam dan mati, tetapi hidup dan dinamis. Tiga prinsip ilmiah dalam CTL, yaitu :
1.    CTL mencerminkan prinsip kesaling-bergantungan. Kesaling- tergantungan mewujudkan diri, misalnya ketika para siswa bergabung untuk memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekannya. Hal ini tampak jelas ketika subjek yang berbeda dihubungkan dan ketika kemitraan menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan komunitas.
2.    CTL mencerminkan prinsip diferensiasi. Diferensiasi menjadi nyata ketika CTL menantang para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing, untuk menghormati perbedaan-perbedaan, untuk menjadi kreatif, untuk bekerja sama, untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan.
3.    CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri. Pengorganisasian diri terlihat ketika para siswa mencari dan menemukankemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda, mendapat manfaatdari umpan balik yang diberikan oleh penilaian autentik, mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas dan standar yang tinggi dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa yang membuat hati mereka benyanyi.
CTL membantu para siswa menemukan makna dalam pelajaran mereka dengan cara menghubungkan materi akacemik dengan konteks kehidupan keseharian mereka. Mereka membuat hubungan-hubungan penting yang menghasilkan makna dengan melaksanakan pembelajaran yang diatur sendiri, bekerjasama, berpikir kritis dan kreatif, menghargai orang lain, mencapai standar tinggi dan berperan serta dalam tugas-tugas penilaian autentik.
Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual: 1) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah. 2) Kegiatan belajar dilakukan dalam  berbagai konteks. 3) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan  agar siswa dapat belajar mandiri. 4) Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri. 5) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda. 6) Menggunakan penilaian autentik
Pendekatan kontekstual sudah lama dikembangkan oleh John Dewey pada tahun 1916,yaitu sebagai filosofi belajar yang menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman siswa. Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dikembangkan oleh The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning, yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat melalui Direktorat PLP Depdiknas.
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan sekedar mengetahuinya. Sebab, pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Inilah yang terjadi pada kelas-kelas di sekolah Indonesia dewasa ini. Hal ini terjadi karena masih tertanam pemikiran bahwa pengetahuan dipandang sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal, kelas berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, akibatnya ceramah merupakan pilihan utama strategi mengajar. Karena itu, diperlukan: a) Sebuah pendekatan belajar yang lebih memberdayakan siswa, b) Kesadaran bahwa pengetahuan bukanlah seperangkat fakta dan konsep yang siap diterima, melainkan sesuatu yang harus dikonstruksi sendiri oleh siswa, c) Kesadaran pada diri siswa tentang pengertian makna belajar bagi mereka, apa manfaatnya, bagaimana mencapainya, dan apa yang mereka pelajari adalah berguna bagi hidupnya dan d) Posisi guru yang lebih berperan pada urusan strategi bagaimana belajar daripada pemberi informasi.
b)  Pendekatan  Pembelajaran CTL di Kelas
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan trategi daripada memberi informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada teacher centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa. 2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. 3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual. 4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka. 5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar