Sabtu, 09 Juni 2012

SARIFUL

UJIAN LAODE SARIFUL

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

NAMA SEKOLAH     : SMA/ MA
 MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA
SEMESTER                : II
KELAS                       : XI

NOKOMPETENSI DASARINDIKATORTUJUAN PEMBELAJARAN  MATERI PEMBELAJARAN    MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN
1.
  • Menulis proposal untuk berbagai keperluan
  • Kognitif
    proses
    Menemukan unsur-unsur  proposal
    Menemukan perbedaan proposal kegiatan, penelitian, penyusunan karya tulis, dan proposal bantuan dana atau fasilitas
  • Kognitif

     Proses
Setelah  membaca  dan  memahami  proposal,  siswa  secara mandiri diharapkan dapat
    Menemukan unsur-unsur proposal
    Menemukan perbedaan proposal kegiatan, penelitian, penyusunan karya tulis, dan proposal bantuan dana atau fasilitas
  • Kognitif
    proses
    Menemukan unsur-unsur  proposal
    Menemukan perbedaan proposal kegiatan, penelitian, penyusunan karya tulis, dan proposal bantuan dana atau fasilitas
Pendekatan: Pembelajaran Kontekstual 
    Model Pembelajaran: Kunjung karya
    Metode: penugasan, diskusi dan unjuk kerja
2.
  • Produk
    Mengidentifikasi unsur-unsur proposal
    Menunjukkan jenis-jenis proposal
    Menjelaskan tentang tujuan menulis proposal
    Psikomotor
    Menulis proposal kegiatan
  • Produk
Setelah menemukan hasil pencapaian tujuan proses di atas, siswa secara mandiri diharapkan dapat
    Mengidentifikasi unsur-unsur proposal
    Menunjukkan jenis-jenis proposal
    Menjelaskan tentang tujuan menulis proposal

3.
  • Afektif    Karakter
    tanggung jawab
    tekun
    kreatif
    kritis
     disiplin

  • Psikomotor

Setelah menentukan dan memahami hasil pencapaian tujuan produk di atas, siswa secara mandiri diharapkan dapat menulis proposal kegiatan

4.
  •   Keterampilan sosial
    Bertanya dengan bahasa yang baik dan benar
    Menyumbang ide
    Membantu teman yang mengalami kesulitan
  • Afektif

    Karakter
Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan dalam berperilaku yang meliputi sikap
    tanggung jawab
    tekun
    kreatif
    kritis
     disiplin

Metode penenlitian

METODE PENELITIAN
A.    Waktu  dan Tempat  Penelitian
Penelitian akan di laksanakan mulai bulan April sampai  bulan Mei tahun 2012 bertempat di Kecamatan  Kabawo Kabupaten Muna.
B.    Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah sebagaimana yang dikemukakan oleh Helius Syamsudin (1996: 67-187).
Penelitian sejarah mempunyai empat tahap, yaitu: (1) heuristik (pengumpulan data), (2) kritik sumber (analisa data), (3) interpretasi data (penafsiran data), (4) historiografi (penyusunan data).
Mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Helius Syamsudin tersebut, maka dalam penelitian ini telah melalui prosedur atau  tahapan-tahapan kerja sebagai berikut:
1.    Heuristik (Pengumpulan Data)
Pada tahap ini penulis berusaha mendapatkan dan mengumpulkan data serta informasi yang relevan dengan permasalahan penelitian ini dengan menempuh langkah-langkah:
a.    Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu sumber  yang diperoleh atau  melalui buku-buku relevan ,skripsi yang relevan dengan objek permasalahan yang dikaji dalam hasil penelitian.
b.    Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu dengan cara:
1)    Pengamatan (Observasi) yaitu sumber yang diperoleh melalui pengamatan terhadap objek yang diteliti yaitu transportasi.
2)    Wawancara (Interview) yaitu sumber yang diperoleh sebagai peneliti melalui tanya jawab langsung dengan para informan yang terdiri dari tokoh masyarakat dan aparat pemerintah yang banyak mengetahui perkembangan transportasi darat di Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna.
2.    Kritik Sumber (Analisis  Data)
Pada tahap ini peneliti melakukan penilaian terhadap sumber yang telah terkumpul khususnya sumber yang masih digunakan otensitasnya dan kredibilitas (kebenaran) sumber yang telah terkumpul tersebut, peneliti melakukan kritik sumber yakni:
a.    Kritik Ekstern
Pada tahap ini  penulis   melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek “Luar” dari sumber sejarah. Sebelum   semua kesaksian yang berhasil dikumpul oleh penulis   dapat  digunakan untuk   merekonstruksi masa lalu maka terlebih  dahulu melakukan pemeriksaan   yang ketat terhadap sumber  sejarah. Pemeriksaan  yang ketat ini  mempunyai alasan yang kuat sehubungan    dengan    beberpa   sumber yang telah dibuktikan palsu, dalam penelitian atau investigasi yang dilakukan telah ditemukan bahwa sumber-sumber itu telah dipalsukan atau dibuat-buat. Beberapa sumber lain, ternyata dengan berbagai alasan telah memberikan kesaksian yang tidak dapat diandalkan, aspek ekstren dari suatu sumber, artinya sumber adalah berkaitan dengan persoalan apakah sumber itu memang merupakan sumber, artnnya sumber sejati yang kita buktikan.Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis telah berhasil mengumpulkan sumber-sumber yang benar sumber sejarah.
b.    Kritik Intern
Pada tahap ini menekankan aspek “dalam” yaitu diisi dari sumber: kesaksian (testimoni). Kemudian penulis mengadakan penelitian terhadap kesaksian itu, apakah kesaksiaan itu dapat diandalkan (reliable) atau tidak, dengan cara mengajukan pertanyaan pokok yaitu:
1)    Apakah saksi dalam memberikan kesaksian mampu menyatakan? Hal ini menyangkut     untuk  menyatakan kebenaran.
2)    Apakah saksi mau menyatakan kebenaran? Hal ini menyangkut kemauan atau kejujuran untuk menyatakan kebenaran
3)    Apakah saksi melaporkan secara akurat mengenai detail yang sedang diuji? Hal ini  menyangkut tingkat akurasi laporan.
4)    Apakah ada pendukung (koroborasi) secara merdeka terhadap detail yang sedang di periksa? Hal ini menyangkut dukungan sumber lain tentang informasi yang sama.
Setelah empat pertanyaan pokok tersebut diatas, maka penulis dapat memberikan   kebenaran dari sumber sejarah.
3.    Interpretasi (Penafsiran Data)
Pada tahap ini peneliti memberikan penafsiran terhadap sumber yang telah diverifikasi. Penafsiran sumber dilakukan dengan cara:
a.    peneliti mendapatkan kebenaran fakta ynag Analisis (Menguraikan) yaitu peneliti menguraikan isi, sumber, berdasarkan sumber dan fakta yang berhasil dihimpun dan telah lolos dari verifikasi serta sudah di interpretasikan sehingga sesuai dengan kenyataan di lapangan.
b.    Sintesis (Menyatukan) yaitu memberikan penafsiran sumber dengan cara menghubung-hubungkan antara sumber satu dengan sumber yang lainnya sehingga didapatkan fakta sejarah yang dipercaya secara ilmiah.
4.    Historigrafi (Penyusunan Data)
Penyusunan data merupakan  tahap akhir dari seluruh rangkaian penelitian sejarah. Pada tahap peneliti berusaha menulis hasil-hasil penelitian yang mengutamakan aspek kronologi yang sistematis berdasarkan sumber dan fakta yang berhasil dihimpun dan lolos dari verifikasi serta memudahkan untuk menginterpretasikan sehingga menjadi karya tulis ilmiah.
C.    Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian yang digunakan oleh peneliti terbagi dalam tiga bagian yaitu sumber lisan, sumber tertulis dan sumber visual.
1.    Sumber lisan, yaitu data yang diperoleh melalui keterangan lisan (wawancara) kepada aparat  pemerintah, tokoh masyarakat dan pemilik mobil yang dianggap dapat memberikan  informasi tentang obyek yang diteliti.
2.    Sumber tertulis, yaitu data yang berupa hasil penelitian menyangkut transportasi baik darat, laut maupun sungai, selain itu diperoleh melalui telah buku-buku atau literatur-literatur serta majalah-majalah ilmiah  yang mendukung data dalam penyusunan penelitian ini.
3.    Sumber visual, (benda) yaitu data yang diperoleh melalui hasil pengamatan terhadap benda-benda seperti sepeda, becak, motor dan mobil yang dipergunakan sebagai sarana transportasi darat Kecamatan Kabawo.



Penelitian terdahulu

E.    Penelitian Terdahulu
Zainudin dalam penelitiannya mengenai perkembangan terminal Boepinang sebagai pusat transportasi darat di Kecamatan Poleang Kabupaten Bombana  lebih spesifik membahas mengenai terminal  sebagai  pusat  transportasi darat  Kecamatan Poelang.
Dalam uraian penelitiannya dia menguraikan  sejarah Terminal Boepinang Bagaimana perkembangan Terminal Boepinang, arus penumpang dan barang keluar masuk di terminal Boepinang,  aktivitas lain terminal Boepinang.
Penelitian  yang ditulis oleh Sarman (2008) dengan judul “Perkembangan Transportasi di Sungai Konaweeha dan  DampaknyaTerhadap  Masyarakat Desa Anggopiu Kecamatan Uepai Kabupaten  Konawe.”Penulis berusaha  mengungkap latar belakang  munculnya transportasi Sungai Konaweeha di Desa Anggopiu, Perkembangan  transportasi Sungai Konaweeha di Desa Anggopiu, Dampak perkembangan  transportasi Sungai Konaweeha terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Anggopiu.
Penelitian lain yang ditulis oleh Ismail (2009) dengan  judulnya “Tinjauan Sejarah Perkembangan Transportasi Laut  Masyarakat  di Kecamatan Rumbia Kabupaten Bombana”.Dalam  uraian penelitiannya dia lebih  menekankan pada jaringan transportasi laut dengan menggunakan transportasi  yang sifatnya masih sederhana (tradisional) antara lain  sampan (koli-koli) dan  perahu layar (Sope dan Boti) baik  menggunakan  layar  maupun  sudah menggunakan  tenaga mesin  dan kapal Super Jet (modern).

Fungsi transportasi

D.    Fungsi Transportasi Darat

Transportasi darat adalah segala bentuk transportasi menggunakan jalan untuk mengangkut penumpang atau barang. Bentuk awal dari transportasi darat adalah menggunakan kuda, keledai atau bahkan manusia untuk membawa barang
melewati jalan setapak. Seiring dengan berkembangnya perdagangan, jalan diratakan atau dilebarkan untuk mengakomodir aktivitas.
Prasarana jalan merupakan urat nadi kelancaraan lalu lintas di darat. Lancarnya lalu lintas akan sangat menunjang perkembangan perekonomian suatu daerah.guna menunjang kelancaranperhubungan darat pembangunan dan perbaikan jalan terus dilakukan.
Fungsi transportasi darat sebagai salah satu sub sektor pembangunan akan semakin merata keseluruh wilayah tanah air bilamana penyebaran dan pengembangan sarana dan prasarana fasilitas tersedia untuk dimanfaatkan sebaik mungkin dalam kehidupan suatu daerah atau wilayah. Aktivitas transportasi merupakan sebagian vital yang mampu mempengaruhi kegiatan perdagangan dan memperlancar arus lalulintas dari satu daerah ke daerah lain, jaminan dari kegiatan-kegiatan transportasi dapat dilihat pada:
1.    Penyedian barang  yang tepat waktu
2.    Keadaan dan mutu barang yamg tepat dan sesuai kebutuhan masyarakat 
3.    Harga bahan dan barang menjadi stabil dan terjangkau
Fungsi transportasi darat dapat dikelompokan beberapa bagian yaitu:
1.    Fungsi tansportasi dalam peradaban manusia
Perkembangan peradaban manusia akan tergambar jelas dari perkembangan aktivitas sosial ekonominya. Pada zaman ini kebutuhan hidup makin beragam dan objek pemuas kebutuhan terpencar serta gaya hidup manusiapun telah cenderung menetap, maka transportasi dan peningkatan teknologinya makin diperlukan.
2.    Fungsi  transportasi dalam  bidang  ekonomi
Transportasi, seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa transportasi dengan segala kinerja dan perkembangannya telah mengingkatkan produktivitas manusia, produktivitas dalam hal produksi serta peningkatan mobilitas pemasaran sehingga meningkatkan keuntungan dan kesejahteraan. Sumber daya alam adalah kebutuhan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup ataupun untuk mencari penghasilan. Sumber daya alam tersebut tersebar di seluruh permukaan bumi, tak ada satu lokasi di bumi yang dapat memenuhi suatu kebutuhan akan sumber daya alam pada satu lokasi. Sehingga diperlukan alat transportasi untuk mengakses kebutuhan tersebut. Selain itu, transportasi juga meminimalkan jarak sehingga menekan biaya pengeluaran dalam suatu produksi dan meningkatkan efisiensi waktu.
3.    Fungsi transportasi dalam  bidang sosial
Perkembangan transportasi dalam bidang sosial mengakibatkan bertambahnya luasan kegiatan manusia. Transportasi juga telah menimbulkan perubahan-perubahan meski perubahan tersebut bernilai negatif  misalnya adalah perbedaan kasta masyarakat yang dilihat dari kepemilikan alat transportasi, orang yang memiliki kendaraan mobil akan dipandang lebih ‘tinggi’dari pada orang yang hanya memiliki kendaraan motor. Orang-orang yang biasanya berkendaraan atau perjalanan jauh dengan menggunakan pesawat terbang statusnya lebih tingi di masyarakat dari pada orang yang hanya mampu menggunakan bus antar kota.
Pentingnya aksesibilitas dan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi juga mempengaruhi suatu pola perumahan, hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya permukiman di Indonesia yang memiliki pola linier sepanjang jalan. Perumahan yang lokasinya dekat dengan akses jalan juga nilainya lebih tinggi dari pada rumah yang jauh dari jalan.
Transportasi yang dapat menyebabkan terjadinya suatu mobilitas, mobilitas tersebut dapat berupa perpindahan manusia dari suatu wilayah ke wilayah lainnya untuk berpindah tempat tinggal, dengan adanya mobiltitas tersebut maka akan ada percampuran suku dan budaya yang berbeda dalam suatu wilayah, orang-orang akan saling menghormati dan saling mengenal budaya atau suku yang berbeda.

Konsep gerak

C.    Konsep Gerak Perkembangan Transportasi

Sejarah transportasi berkembang dengan perkembangan kebudayaan manusia. Untuk sebagian besar sejarah manusia satu-satunya bentuk transportasi selain berjalan adalah dengan menggunakan hewan peliharaan.
Sejarah transportasi kembali kezaman pra sejarah ketika manusia belajar untuk hidup dalam kelompok dan melakukan perjalanan secara ekstentif  untuk mencari makan dan tempat tinggal.
Pada awal mulanya, untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain manusia hanya berjalan kaki. Hal itu berlangsung waktu lama, jauh sebelum masehi.Jalan kaki ini berlangsung kira-kira ketika bumi masih dalam zaman purba. Dimana  manusia-manusianya belum mengenal alat transportasi. Tujuan mereka pindah pada umumnya adalah untuk mencari makanan (berburu) dan migrasi  tempat yang aman.
Perkembangan alat transportasi darat bermula pada zaman dimana ketika manusia yang ingi memenuhi kebutuhan untuk perang dan berdagang. Alat transportasi darat yang pertama kali digunakan adalah dengan menunggangi  hewan. Hewan -hewan tersebut antara lain adalah keledai, kuda, unta, lembu,dan gajah. Gajah juga digunakan sebagai kendaraan angkut seorang raja atau kaisar pada masa itu.
           Perkembangan transportasi dari waktu kewaktu berkembang. Saat ini dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tentunya  transportasi lebih maju  dibandingkan dengan masa lalu. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi transportasi sekarang telah mengalami perubahan yang sangat pesat. (Http://Repository,upi,edu/operator/s.geo 060038 chapter 2).
,

Konsep transportasi

B.    Konsep Transportasi
Transportasi mencakup bidang yang sangat luas karena hampir seluruh kehidupan manusia tidak terlepas dari kegiataan transportasi. Transportasi tumbuh dan berkembang sejalan majunya tingkat kehidupan dan budaya manusia. Kehidupan masyarakat yang maju di tandai dengan mobilitas yang tinggi dengan tersedianya fasilitas dan prasarana yang cukup memadai.
Dalam membahas  dan menelah suatu masalah sangat diperlukan berbagai pemikiran dan konsepsi. Oleh karena itu didalam penelitian ini digunakan landasan teoritik mengenai transportasi, maka akan dikemukakan beberapa pendapat para ahli sebagai berikut :
Sebagaimana dikemukakan oleh Widyahartono (1986:15) mengatakan bahwa transportasi memungkinkan pemindahan sistematis manusia dan barang dari dari satu tempat ketempat lain. Jelas merupakan hal yang sangat pokok bagi interaksi dalam sistem distribusi barang.
Pengertian transportasi yang dikemukakan diatas memberikan kerangka pemahaman atau pemikiran terhadap beberapa teori mengenai transportasi. Beberapa  diantara teori tersebut disebutkan oleh Siregar (1990:68) mengatakan bahwa transportasi adalah pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ketempat tujuan. Dari pengertian ini terlihat hal-hal sebagai berikut: a) ada muatan yang diangkut, b) tersedianya kendaraan sebagai alat angkut, c) ada jalan tempat dilalui oleh angkut darat tersebut.
Selanjutnya, berbicara mengenai transportasi merupakan sarana yang dapat memindahkan orang maupun barang-barang keperluan manusia yang tidak terlepas dari adanya faktor ekonomi. Hal ini dikemukakan oleh Kamaludin (1997:68)  bahwa “transportasi atau angkutan merupakan sarana ekonomi berfungsi untuk menunjang pemindahan sesuatu (manusia, hewan dan barang ) dari suatu tempat asal ketempat tujuan dengan maksud untuk menciptakan kegunaan tempat (place utility) dan kegunaan waktu (time utility).
Berkaitan dengan hal diatas, Kamaludin (1997:68) mengutip pendapat Bonovia yang mengatakan bahwa ”transportasi memilki fungsi untuk membawa commodities (barang-barang) dari tempat-tempat dimana marginal utility-nya ketempat yang marginal utility relatif tinggi ”hal ini mengandung arti bahwa transportasi merupakan suatu kegiataan produksi karena menciptakan guna seperti: kegunaan tempat dan kegunaan waktu.
Lebih lanjut Prawiro mengemukakan bahwa dalam menjembatani kegiatan produksi dan konsumsi, transportasi mempunyai fungsi antara lain: memindahkan barang dan jasa, menjembatani barang dan jasa pada saat diperlukan, serta menjaga kemantapan harga barang yang dipasarkan. Fungsi tersebut pada prinsipnya dilaksanakan oleh fungsi transportasi dalam menjamin kestabilan dan kemantapan dalam hal barang dan jasa dari suatu tempat ketempat lain (Nining R,1983:212).
Dari  beberapa pengertian yang dikemukakan tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengakutan atau transportasi ketempat tujuan yang mana dari pengertian tersebut terlihatnya adanya tiga hal yaitu:     
1.    Adanya muatan yang diangkut.
2.    Tersedianya kendaraan sebagai alat angkutan
3.    Ada jalan dan prasarana lain tempat bergeraknya alat angkutan.
Komponen utama transportasi menurut Morlok (1991) adalah sebagai berikut:
1.    Manusia dan barang (diangkut)
2.    Kendaraan dan peti emas (alat angkut)
3.    Jalan (tempat alat angkut bergerak)
4.    Terminal (tempat memasukan dan mengeluarkan yang diangkut kedalam dan dari alat angkut)
5.    Sistem pengopersian (yang mengatur 4 komponen manusia, barang,kendaraan /peti kemas, jalan dan terminal).

Konsep perkembangan

A.    Konsep Perkembangan
Manusia dalam perkembangan melewati beberapa tahapan, sehingga manusia disebut manusia berbudaya. Kehidupan manusia pada umumnya bergantung kondisi hasil-hasil alam yang memilikinya sehingga manusia mampu bersaing dan menjadi menjadi berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada suatu masyarakat tersebut.
Secara etimologis perkembangan berasal dari kata kembang sebagaimana dikemukakan oleh W.J.S Poerwardaminta bahwa”berkembang” berarti terbuka menjadi besar dan luas atau menjadi sempurna banyak  dan maju (1983:473).
Perkembangan adalah suatu upaya untuk memajukan usaha atau hasil produksinya terhadap konsumen. Dengan demikian jelas bahwa perkembangan dipengaruhi oleh waktu yang terkait dalam kehidupan lingkaran sejarah manusia. .Hal ini membuktikan bahwa perkembangan berjalan secara dinamis menuju arah yang lebih baik dan sejarahlah yang dijadikan dasar berpijak dari setiap perkembangan seperti yang dikemukakan oleh Alexandro D.Xenopal dalam Gazalba, (1981:4) : bahwa “sejarah mengambil urutan sebagai bahan pokok penyelidikan, urutan yang dimaksud adalah perkembangan dalam pengertian perubahan”.
Dengan beberapa konsep tersebut menunjukan bahwa perkembangan dipengaruhi oleh gerak sejarah karena keterlibatan masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya, sehingga tercipta keserasian menuju suatu kemajuan karena adanya pengaruh luar yang masuk dan berkembang.
Konsep yang telah dipaparkan diatas merupakan gambaran umum yang mengetengahkan manusia dalam panggung sejarah yang telah ditetapkan kemampuannya sesuai dengan pengaturan waktu, dimana telah membuat berbagai kegiataan. Disamping itu seyogyanya kita harus melihat jauh kedepan.
Ilmu sejarah juga mengarah kepada kita bahwa hari depan tiap bangsa tidak berkembang dalam suatu kevakuman melainkan berkembang dari realitas keadaan sekarang. Dengan kata lain kehidupan berkaitan kehidupan berkaitan dengan hari sekarang dan hari kemudian. Jelasnya antara hari kemarin dan hari sekarang serta hari depan ada suatu kaitan kesinambungan (Tamburaka, 1990:11).
Dengan demikian untuk memahami perkembangan sarana transportasi darat dan dampak terhadap masyarakat Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna dari tahun 1980-2009. Sangat efektif menggunakan pendekatan sejarah sehingga dapat memahami konteks perkembangan kehidupan masyarakat secara obyektif dari setiap kurun waktu.

Penutup

PENUTUP
Pemanenan dan perontokan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi petani padi, karena kedua tahapan pascapanen padi tersebut terjadi kehilangan hasil sangat tinggi. Banyaknya gabah yang tercecer dan gabah tidak terontok akibat perilaku pemanen menyebabkan kehilangan hasil pada kedua tahapan tersebut mencapai lebih dari 15%. Perbaikan pemanenan padi dengan sistem kelompok dapat menekan kehilangan hasil sampai 3,76%, sehingga dapat menyelamatkan hasil dari kehilangan sekitar 10%. Pemanenan padi dengan sistem kelompok merupakan salah satu sumber baru produksi padi, karena dapat menyelamatkan gabah hasil panen dari kehilangan.
Pengembangan pemanenan padi dengan sistem kelompok selain dapat mengurangi besarnya kehilangan hasil dan dapat meningkatkan pendapatan petani dan pemanen, juga dapat menunjang peningkatan stok pangan nasional. Kelompok jasa pemanen yang bekerja secara profesional dapat menghindari perbuatan tidak terpuji atau kecurangan dari anggotanya pada khususnya dan para pemanen pada umumnya, serta mencegah tumbuhnya para pengasak.
Usaha pelayanan jasa alsintan (UPJA) dalam mengembangkan kelompok jasa perontok, diharapkan akan mendorong tumbuhnya bengkel-bengkel alsintan yang membuka lapangan kerja baru di pedesaan. Oleh karena itu penulis menyarankan agar pemanenan padi dengan sistem kelompok terus dikembangkan baik di daerah yang sudah maupun yang belum melaksanakannya. Kerjasama yang baik antara instansi terkait, kelompok tani, pemuka masyarakat, pemuka agama dan tenaga pemanen perlu terus dilakukan.

Perontokan

Perontokan
Perontokan padi merupakan tahapan pascapanen padi setelah pemotongan padi (pemanenan). Tahapan kegiatan ini bertujuan untuk melepaaskan gabah dari malainya. Perontokan padi dapat dilakukan secara manual atau dengan alat dan mesin perontok. Prinsip untuk melepaskan butir gabah dari malainya adalah dengan memberikan tekanan atau pukulan terhadap malai tersebut. Proses perontokan padi memberikan kontribusi cukup besar pada kehilangan hasil padi secara keseluruhan.
Berdasarkan alat perontok padi, cara perontokan dapat dikelompokkan menjadi beberapa cara, antara lain (1) iles/injak-injak, (2) pukul/gedig, (3) banting/gebot, (4) pedal thresher, (5) mesin perontok (BPS,1996). Perontokan padi dengan cara dibanting dilakukan dengan cara membantingkan atau memukulkan segenggam potongan padi ke benda keras, misalnya kayu, bambu atau batu yang diletakkan pada alas penampung gabah. Kapasitas perontokan dengan cara gebot sangat bervariasi, tergantung kepada kekuatan orang, yaitu berkisar antara 41,8 kg/jam/orang (Setyono dkk.,1993) sampai 89,79 kg/jam/orang (Setyono dkk., 2000). Perontokan padi dengan cara gebot banyak gabah yang tidak terontok berkisar antara 6,4 % - 8,9 % (Rachmat dkk., 1993; Setyono dkk.,2001) Untuk menghindari hal tersebut, maka perontokan padi perlu menggunakan alat atau mesin perontok.
Penggunaan mesin perontok menyebabkan gabah tidak terontok sangat rendah, yaitu kurang dari 1%.  Penggunaan mesin perontok dalam perontokan padi, selain dapat menekan kehilangan hasil juga dapat meningkatkan kapasitas kerja.
Secara nasional kehilangan hasil selama penanganan masih relatif tinggi, yaitu sekitar 21 % dan yang tertinggi terjadi pada tahapan pemanenan sekitar 9% dan perontokan sebesar 5% (BPS,1988; BPS,1996). Kehilangan hasil panen padi ini akan lebih besar lagi apabila para pemanen menunda perontokan padinya selama satu sampai tiga hari yang menyebabkan kehilangan hasil antara 2,57% -3,12% (Nugraha dkk, 1990 ). Dalam sistem pemanenan padi, proses pemotongan padi dan proses perontokan merupakann satu kesatuan proses yang dilaksanakan oleh tenaga pemanen. Kehilangan hasil panen padi dipengaruhi oleh (1) varietas, (2) kadar air gabah saat panen, (3) alat panen, (4) cara panen, (5) cara/alat perontokan, dan (6) sistem pemanenan padi (Rumiati, 1982).
Upaya peningkatan produktivitas padi diberbagai sentral produksi padi belum diikuti dengan penanganan pascapanen yang memadai, sehingga berakibat pada tingginya kehilangan hasil baik secara kuantitatif maupun kualitatif.  Kehilangan hasil secara kualitatif lebih banyak terjadi pada panen dan perontokan akibat perilaku para pemanen karena jumlah pemanen yang cukup banyak.

Pembahasan panen

B.    PEMBAHASAN 
PANEN
Pasca panen adalah semua kegiatan mulai dari panen sampai menghasilkan produk setengah jadi (Intermediated Product) yang tidak mengalami perubahan sifat dan  komposisi kimia. Penanganan pasca panen padi merupakan upaya strategis dalam mendukung peningkatan produksi padi dan ketahanan pangan. Kontribusi penanganan pasca panen terhadap peningkatan produksi padi dapat tercermin dari penurunan kehilangan hasil dan tercapainya mutu gabah/beras sesuai dengan persyaratan mutu. Dalam penganan pasca panen padi salah satu permasalahan yang sering dihadapi adalah masih kurangnya kesadaran dan pemahaman petani terhadap penanganan pasca panen yang baik sehingga mengakibatkan tingginya kehilangan hasil dan rendahnya mutu gabah/beras.  Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu dilakukan penanganan pasca panen yang berdaarkan pada prisnsip supaya dapat menekan kehilangan hasil panen dan mempertahankan mutu hasil gabah/beras.
Sehubungan dengan hal tersebut maka petani dan pelaku pasca panen lainnya perlu diberikan  pedoman/panduan penaganan pasca panen yang baik dengan harapan petani atau pelaku lainnya dapat melakukan penanganan pasca panen yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianjurkan sehingga mampu menghasilkan gabah/beras yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan.
Dengan adanya pedoman/acuan ini bertujuan agar pelaku utama dan pelaku usaha dapat melakukan cara - cara penanganan pasca panen yang baik agar dapat menekan tingkat kehilanagan hasil padi, memproduksi gabah/beras sesuai dengan persyaratan mutu (SNI).
Penanganan pasca panen merupakan kegiatan penangan padi sejak mulai dipanen sampai menghasilkan produk antara setengah jadi (Intermediated Product) yang siap dipasarkan. Dengan demikian, kegiatan penanganan pasca penen padi meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu pemanenan, penumpukan dan pengumpulan, perontokan dan pembersihan, pengangkutan, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan serta penggilingan.
 Cara Panen Padi dengan Sabit
Pemanenan padi dengan sabit dapat dilakukan pemotongan bagian atas, potong tengah dan potong bawah tergantung cara perontokannya. Pemanenan dengan cara potong bawah apa bila perontokannya dilakukan dengan cara dibanting/digebot atau dengan pedal threser. Sedangkan pemanenan dengan cara potong atas atau potong tengah apa bila perontokan dengan menggunakan power thresher.
Dengan semakin terbatas tenaga kerja panen tersebut, perlu meningkatkan efisiensi dalam kegiatan panen, misalnya dengan introduksi alat/mesin panen stripper, reaper dan combine harvester. Dari unjuk kerja alat terlihat bahwa kapasitas kerja stripper jauh lebih tinggi dibanding panen secara tradisional (manual), sedangkan dan combine harvester menunjukkan kapasitas kerja tertinggi. Namun demikian penggunaan combine harvester ini membutuhkan banyak persyaratan, antara lain lahan harus cukup kering atau cukup keras agar dapat menahan beban alat, disamping itu tanaman padi yang akan dipanen tidak boleh basah agar tidak terjadi kemacetan di dalam sistem perontokan.
Walaupun penampilan dan hasil uji fungsional mesin pemanen cukup baik dengan tingkat kehilangan hasil rendah, namun keberadaan mesin-mesin pemanen tersebut belum diterima oleh para tenaga pemanen. Para tenaga pemanen sangat menentang keberadaan mesin pemanen karena mereka khawatir akan terdesak oleh penggunaan mesin perontok.

Cara pembersihan

CARA PEMBERSIHAN PENGEMASAN HASIL PERONTOKAN
    Upaya peningkatan produktivitas padi diberbagai sentral produksi padi belum diikuti dengan penanganan pascapanen yang memadahi, sehingga berakibat pada tingginya kehilangan hasil baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Kehilangan hasil secara kualitatif lebih banyak terjadi pada panen dan perontokan akibat perilaku para pemanen karena jumlah pemanen yang cukup banyak.
    Perbaikan sistem pemanenan padi harus mencakup aspek teknis, aspek sosial-ekonomi-budaya dan kelembagaan tani setempat. Perbaikan tersebut harus menguntungkan semua pihak yang terlibat, baik petani pemilik, buruh panen dan pengusaha jasa panen dan jasa perontok. Dengan demikian diperlukan pendekatan yang menyeluruh terhadap komponen-komponen sistem, agar dapat menemukan sifat-sifat penting di dalam sistem, sehingga diperoleh berbagai alternatif perbaikan keluaran sistem yang dikehendaki.
Sebagai bagian dari pembangunan pertanian, penanganan pascapanen padi diarahkan untuk mengatasi masalah dalam pengembangan sistem usahatani padi, antara lain kehilangan hasil tinggi, mutu beras rendah dan beragam, kurang dan kelebihannya tenaga kerja panen, pengolahan hasil dan efesiensi usahatani. Oleh karena itu strategi penanganan pascpanen padi harus ditempatkan sebagai bagian integral dengan program pengembangan sistem usahatani padi. Dengan demikian pengembangannya harus dimulai dari kegiatan intensifikasi sistem pascapanen padi, perbaikan aspek sosial-ekonomi dan kelembagaan.
IV. PERHITUNGAN HASIL PERONTOKAN PER/Ha.
A.    UKUR TANAMAN PADI 1X1 M DAN HASIL DITIMBANG
a.    Rumpun I    : 13
Rumpun II  : 14
Rumpun III : 22
b.    Panjang malai rumpun
Malai   I : 26                     TOTAL
Malai   II : 24                 76/3= 25,33cm
Malai III : 26
c.    Jumlah bulir/malai tanaman
Bulir I : 115 biji
Bulir II : 135 biji                            TOTAL
Bulir III : 159 biji                              409/3 = 136.33
d.    Berat 1000 biji = 50 grm
Berat biji dalam 1m2 = 850grm
Luas lahan 1 ha = 10.000 m2
Jarak tanam = 25x25 cm = 0,0625 m2
Populasi = 10.000cm     = 160 rumpun
                  0,0625cm
e.    Jumlah anakan/ malai dalam 1 ha
= 160 rumpun x rata-rata malain/ bulir
= 160 x136,33 bulir = 21812.8
f.    Jumlah bulir dalam 1 ha.
Jumlah anakan x rata-rata malai
= 21812x 136.33 bulir = 2973629.96 bulir.
g.    Produksi dalam 1 ha
1 m2 = 850 grm = 0,850 grm
h.    100 bulir batangnya = 50 grm
Rata-rata bulir = 136, 33   x 50 grm = 68,165 grm
                            100
i.    Berat bulir dalam 1 ha
= 2973629.96    =  2973.62 ton
     1000

Jagung

Baby corn atau biasa disebut jagung semi atau jagung putri sebenarnya merupakan tongkol jagung yang dipanen waktu muda (belum berbiji). Mulanya sayuran ini hanya sebagai hasil sampingan panen jagung sehingga jumlahnya relatif sedikit dan sukar didapatkan di pasaran.
Manfaat
Padahal sayuran ini sudah lama dikenal di Indonesia dan umumnya dipakai dalam masakan sehari-hari atau perhelatan (pesta), antara lain dalam masakan cap cay, sop, oseng-oseng, dan sebagainya.
Syarat Tumbuh
Baby corn dapat tumbuh pada daerah berketinggian 0-1.300 m dpl dan dapat hidup baik di daerah yang beriklim panas atau dingin dengan temperatur sekitar 23 - 27° C dan pH sekitar 5,5 - 7,0. Tanah yang disukai baby corn adalah tanah yang gembur, kaya akan humus, dan tingkat kemiringan yang tidak lebih dari 8%. Namun demikian, baby corn masih dapat berproduksi tinggi pada tanah yang tidak terlalu subur asalkan mendapatkan pemeliharaan yang teliti. Seperti juga jagung, baby corn dapat ditanam secara tumpang sari atau secara rotasi dengan padi.
Pedoman Budidaya
PENANAMAN Baby corn tidak perlu disemaikan, melainkan langsung ditanam pada lahan yang telah diolah. Bersamaan saat pengolahan lahan, pemupukan dengan pupuk kandang sebanyak sekitar 2 ton/ha dilakukan. Kemudian buatlah lubang tanam berjarak 75 x 15 cm beserta saluran air (drainase). Setelah pengolahan lahan selesai, benih segera dimasukkan ke dalam lubang tanam disertai pemberian Furadan atau Indofuran sebanyak 1- 2 g, dan sedikit jerami padi yang tidak berjamur. Setelah itu, lubang tanam ditutupi dengan tanah. Sebelum ditanam, benih perlu dicampur dengan Ridomil berdosis S g/7,5 ml air untuk setiap 1 kg benih. Bersamaan dengan penanaman benih, lakukanlah pemupukan dasar, yaitu dengan Urea 100 kg/ha, TSP 228 kg/ha, KCl 72 kg/ha, dan ZA 50 kg/ha. Pupuk diberikan dengan cara ditugal pada jarak sekitar 5 cm dari tiap lubang tanam. PEMELIHARAAN Penyiangan dilakukan sesering mungkin agar baby corn jangan sampai terganggu gulma. Pada hari ke-20, dilakukan pembumbunan yang dibarengi dengan pemberian Urea sebanyak 100 kg/ha. Pemberian Urea diulangi kembali saat tanaman berumur 40 hari setelah tanam, yaitu sebanyak 100 kg/ha. Untuk menjamin kesempurnaan struktur daun dan pertumbuhan tongkol yang optimal, serta untuk mencegah serangan penyakit bulai pada baby corn, kita dapat memberikan garam inggris. Cara pemberian garam inggris adalah mencampurkan garam itu dengan air, perbandingannya 4:1. Campuran itu disemprotkan pada tanaman selang seminggu sekali selama 4 minggu berturut-turut (minggu I, II, III, IV). Pemberian/penyiraman air cukup dilakukan sekali sehari apabila tidak turun hujan. Jika kondisi lahan sangat kering, penyiraman dapat ditambah agar tanaman tidak kekeringan, terutama pada saat pertumbuhan dan pembungaan. Pemeliharaan yang lain adalah pembuangan bunga jantan (detasseling) yang dilakukan setelah bunga jantan keluar, tetapi belum sempat mekar (sekitar 5-6 minggu setelah tanam). Caranya adalah batang digoyang perlahan-lahan agar pelepah daun agak melebar. Selanjutnya tangkai bunga jantan dicabut dengan tangan.
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang penting adalah membuang tunas liar/tunas air yang sering tumbuh pada cabang atau batang bawah. Gulma/alang-alang yang tumbuh di kebun apel harus segera dibersihkan. Demikian pula bila ada lumut (Lichenes) yang tumbuh pada batang harus dibersihkan. Daun-daun yang menutup buah harus dirompes karena buah yang tidak terkena sinar matahari warnanya tidak akan merata (hijau merah atau hijau kuning).
Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit baby corn adalah hama dan penyakit tanaman jagung yang masih muda (saat pertumbuhan dan pembungaan), antara lain sebagai berikut. Hama Lalat bibit Serangan lalat bibit (Antherigona exiqua Stein) ditandai dengan matinya tanaman yang baru mulai tumbuh. Pencegahan dan pemberantasannya dapat dilakukan dengan penyemprotan Folidol, Basudin, Diazinon, Agrocide. Dosis penyemprotan umumnya 1,5-2,0 cc/1 air. Penyemprotan dilakukan setiap 2-3 hari sekali, dimulai 5 hari setelah tanam. Ulat tongkol Serangan ulat tongkol (Heliothis armigera HSN) ditandai dengan rusaknya tongkol, terutama apabila panen terlambat. Pemberantasannya sama seperti pemberantasan lalat bibit. Penggerek batang Serangan penggerek batang (Sesamia inferens) ditandai dengan adanya lubang-lubang pada batang karena hama ini masuk dan mengisap cairan batang, terutama saat tanaman telah berbunga. Tindakan pencegahan dilakukan dengan penyemprotan obat-obafan, seperti pada lalat bibit saat tanaman baby corn akan berbunga. Ulat daun Serangan ulat daun (Prodenia litura F) ditandai dengan rusaknya daun karena hama ini memakan daun baby corn, terutama pada waktu tanaman mulai berumur satu bulan. Pemberantasannya sama seperti pemberantasan lalat bibit. Ulat tanah Serangan ulat tanah (Agrotis sp) dimulai sejak tanaman baby corn mulai tumbuh. Ulat ini memakan tanaman sampai habis. Pencegahannya dilakukan dengan cara tanah difumigasi sebelum penanaman dimulai. Sedangkan pemberantasannya dilakukan dengan cara ulat yang biasanya terdapat di dalam tanah dicari dan dibunuh. PENYAKIT Bulai (Corn downy mildew) Gejala serangan ditandai dengan adanya garis kuning lebar pada daun yang merupakan benang cendawan. Pada pagi hari, akan timbul tepung putih menutupi daerah yang berwarna kuning itu, terutama bagian bawah. Bila penyakit terbawa dari benih, tanda serangan akan timbul sejak daun masih muda. Penularan penyakit ini dapat melalui benih dan spora yang terbawa angin. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Sclerospora maydis atau disebut pula Peronossclerospora maydis. Sebaiknya penyakit ini dicegah dengan cara menanam varietas yang tahan terhadap penyakit ini. Benih dicampur dengan Ridomil sebelum ditanam secara serentak. Helminthosporium Gajala serangan ditandai dengan adanya bercak kuning yang dikelilingi warna cokelat pada daun, pelepah, dan tongkol. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Helminthosporium turcicum atau Helminthosporium maydis. Pengendaliannya dilakukan dengan cara rotasi tanaman, sedangkan pemberantasannya dilakukan dengan penyemprotan fungisida. Karat Gajala serangan ditandai dengan adanya noda kecil berwarna merah karat di atas permukaan daun bagian atas. Pada bercak itu terdapat tepung berwarna cokelat dan terasa kasar seperti karat bila diraba. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Puccinia polyspora. Pengendaliannya dilakukan dengan penanaman varietas yang tahan terhadap penyakit ini, sedangkan pemberantasannya dilakukan dengan penyemprotan fungisida.

Penanganan pasca panen

PENANGANAN PASCA PANEN PADI Oriza Sativa

I. PANEN
Pengertian pascapanen hasil pertanian adalah tahapan kegiatan yang dimulai sejak pemungutan (pemanenan) hasil pertanian yang meliputi hasil tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan sampai siap untuk dipasarkan (Anonim, 1986). Hasil utama pertanian adalah hasil pertanian yang merupakan produk utama untuk tujuan usaha pertanian dan diperoleh hasil melalui maupun tidak melalui proses pengolahan (Anonim, 1986).
Adapun yang dimaksud dengan penanganan pascapanen adalah tindakan yang disiapkan atau dilakukan pada tahapan pascapanen agar hasil pertanian siap dan aman digunakan oleh konsumen dan atau diolah lebih lanjut oleh industri ( Anonim, 1986). Penanganan pascapanen hasil pertanian meliputi semua kegiatan perlakuan dan pengolahan langsung terhadap hasil pertanian yang karena sifatnya harus segera ditangani untuk meningkatkan mutu hasil pertanian agar mempunyai daya simpan dan daya guna lebih tinggi. Sesuai dengan pengertian tersebut diatas, kegiatan pascapanen meliputi kegiatan pemungutan hasil (pemanenan), perawatan, pengawetan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, penggundangan dan standardisasi mutu ditingkat produsen. Khususnya terhadap komoditas padi, tahapan pascapanen padi meliputi pemanenan, perontokan, perawatan, pengeringan, penggilingan, pengolahan, transportasi, penyimpanan, standardisasi mutu dan penanganan limbah.
Penanganan pascapanen hasil pertanian bertujuan untuk menekan tingkat kerusakan hasil panen komoditas pertanian dengan meningkatkan daya simpan dan daya guna komoditas pertanian agar dapat menunjang usaha penyediaan bahan baku industri dalam negeri, meningkatkan nilai tambah dan pendapatan, meningkatkan devisa negara dan perluasan kesempatan kerja serta melestarikan sumberdaya alam dan lingkugan hidup.
Berdasarkan uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa penanganan pascapanen mempunyai peranan yang sangat luas guna mengatasi masalah yang dihadapi petani. Namun demikian, karena terlalu banyaknya masalah yang dihadapi, maka penanganan pascapanen tidak dapat menyelesaikan semua masalah secara sekaligus. Oleh karena itu perlu menetapkan prioritas masalah yang akan diatasi.
a. Alat dan bahan yang digunakan
Alat panen yang digunakan dalam pemanenan padi yaitu: sabit bergerigi, alat perontok, timbangan, meteran/mistar, ball poin, buku, kamera, terpal. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu: padi.
a.    Cara panen.
 Cara panen dengan potong bawah, umumnya dilakukan bila perontokannya dengan cara dibanting/digebot atau menggunakan pedal thresher .
II. PERONTOKAN
Perontokan padi merupakan tahapan pascapanen padi setelah pemotongan padi (pemanenan). Tahapan kegiatan ini bertujuan untuk melepaaskan gabah dari malainya. Perontokan padi dapat dilakukan secara manual atau dengan alat dan mesin perontok. Prinsip untuk melepaskan butir gabah dari malainya adalah dengan memberikan tekanan atau pukulan terhadap malai tersebut. Proses perontokan padi memberikan kontribusi cukup besar pada kehilangan hasil padi secara keseluruhan.
Berdasarkan alat perontok padi, cara perontokan dapat dikelompokkan menjadi beberapa cara, antara lain (1) iles/injak-injak, (2) pukul/gedig, (3) banting/gebot.
a.    Alat dan bahan yang digunakan
    Berdasarkan alat perontok padi, antara lain (1) iles/injak-injak, (2) pukul/gedig, (3) banting/gebot.
b. Cara perontokan
            Setelah dipanen, gabah  segera dirontokkan dari malainya. Tempat perontokan  langsung dilakukan di lahan, perontokan dapat dikelompokkan menjadi beberapa cara, antara lain (1) iles/injak-injak, (2) pukul/gedig, (3) banting/gebot. Perontokan padi dengan cara dibanting dilakukan dengan cara membantingkan atau memukulkan segenggam potongan padi ke benda keras.
    Setelah dirontokkan, butir-butir gabah dikumpulkan di gudang penyimpanan sementara. Oleh karena tidak semua petani memiliki gudang sementara, pengumpulan dapat dilakukan di teras rumah atau bagian lain dari rumah yang tidak terpakai. Gabah tersebut tidak perlu dimasukkan dalam karung, tetapi cukup ditumpuk setinggi maksimal 50 cm.

Pasca panen

Pengertian pascapanen hasil pertanian adalah tahapan kegiatan yang dimulai sejak pemungutan (pemanenan) hasil pertanian yang meliputi hasil tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan sampai siap untuk dipasarkan (Anonim, 1986). Hasil utama pertanian adalah hasil pertanian yang merupakan produk utama untuk tujuan usaha pertanian dan diperoleh hasil melalui maupun tidak melalui proses pengolahan (Anonim, 1986).
Adapun yang dimaksud dengan penanganan pascapanen adalah tindakan yang disiapkan atau dilakukan pada tahapan pascapanen agar hasil pertanian siap dan aman digunakan oleh konsumen dan atau diolah lebih lanjut oleh industri ( Anonim, 1986). Penanganan pascapanen hasil pertanian meliputi semua kegiatan perlakuan dan pengolahan langsung terhadap hasil pertanian yang karena sifatnya harus segera ditangani untuk meningkatkan mutu hasil pertanian agar mempunyai daya simpan dan daya guna lebih tinggi. Sesuai dengan pengertian tersebut diatas, kegiatan pascapanen meliputi kegiatan pemungutan hasil (pemanenan), perawatan, pengawetan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, penggundangan dan standardisasi mutu ditingkat produsen. Khususnya terhadap komoditas padi, tahapan pascapanen padi meliputi pemanenan, perontokan, perawatan, pengeringan, penggilingan, pengolahan, transportasi, penyimpanan, standardisasi mutu dan penanganan limbah.

Kesimpulan dari teknologi

Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan:
1.    Teknologi pasca panen adalah teknologi multidisiplin, yang melibatkan pakar-pakar, seperti pakar bahan, manufakturing, teknologi pengolahan pangan, kimia, pengukuran, gizi, agro-kompleks dan lingkungan.
2.    Kelemahan pengembangan teknologi di Indonesia adalah sinergi antar disiplin ilmu yang masih sangat rendah. Sinergi adalah akumulasi usaha difusi dari berbagai ilmu dan teknologi, yang sangat membutuhkan energi, sehingga untuk mendapatkan produk yang canggih, modern dan berkehandalan tinggi perlu langkah dan tahapan sistematik, yang memerlukan dukungan politik dan dana pemerintah dan perguruan tinggi.

3.2.     Saran
Saran dari pembuatan makalah ini adalah agar dapat mengetahui teknologi pasca panen tanaman sayuran dan dapat mempertahankan kualitas maupun kuantitas produksi hasil pertanian khususnya masyarakat tani.

Pre-cooling

. Pre-cooling
Usaha menghilangkan panas lapang pada sayur akibat pemanenan di siang hari disebut pre-cooling atau pendinginan awal. Seperti diketahui suhu tinggi pada sayur yang diterima saat pemanenan akan merusak sayur selama Bambang B. Santoso Penanganan Pascapanen Sayur 219
penyimpanan sehingga menurunkan kualitas. Makin cepat membuang panas di lapang, makin baik kemungkinan menjaga kualitas komoditi selama disimpan. Pre-cooling dimaksudkan untuk memperlambat respirasi, menurunkan kepekaan terhadap serangan mikroba, mengurangi jumlah air yang hilang melalui transpirasi, dan memudahkan pemindahan ke dalam ruang penyimpanan dingin bila sistim ini digunakan. Pendinginan awal dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun umumnya dengan prinsip yang sama, yaitu memindahkan dengan cepat panas dari komoditi ke suatu media pendingin, seperti udara, air atau es. Waktu yang diperlukan sangat bervariasi, 30 menit atau kurang, tetapi mungkin pula lebih dari 24 jam. Perbedaan suhu antara media pendingin (coolant) dengan komoditi sayur harus segera dikurangi agar proses pre-cooling efektif. Penurunan atau pre cooling dapat dilakukan dengan menggunakan udara dingin pada teknik Air Cooling, air yang diberikan es batu pada teknik Water/Hydro Cooling, atau sistim vakum pada teknik Vacuum Cooling.
2.2.     Penyimpanan dan Kondisi Penyimpanan
Didasarkan pada proses metabolisme yang tetap berlangsung pada sayur selama penanganan pascapanen, maka selama penyimpanan dilakukan pemilihan teknik yang dapat menekan laju metabolisme tersebut. Sedangkan pada sisi lain, yang dikehendaki oleh konsumen, adalah bahwa komoditi sayur yang dipasarkan harus masih dalam kondisi segar, sehingga teknik penyimpanan merupakan suatu faktor yang kritis untuk dipertimbangkan. Penyimpanan sayur yang telah dipak dalam berbagai macam wadah tentunya menunggu beberapa saat untuk dipasarkan. Bagi sayur-sayur yang dipasarkan secara local, mungkin saja tidak diperlukan sistim penyimpanan yang berfasilitas pendingin namun bagi pemasaran yang berjarak jauh, maka penyimpanan yang memiliki fasilitas pendingin sangat diperlukan. Fasilitas Bambang B. Santoso Penanganan Pascapanen Sayur 220
pendingin tersebut diperlukan untuk menjamin agar suhu dalam ruang simpan tetap stabil. Bilamana dipilih metode penyimpanan dingin, maka beberapa teknik penyimpanan dingin untuk sayur yang dapat digunakan meliputi ;
a. pendinginan ruang (cooling room),
b. pendinginan tekanan udara (forced-air cooling),
c. pendinginan menggunakan air (hydro cooling),
d. pendinginan vacuum (vacuum cooling), dan
e. pendinginan menggunakan es batu (package icing).

Packing

. Packing
Pengepakan sayur untuk konsumen sering dilakukan dengan membungkus sayur dengan plastik ataupun bahan lain yang kemudian dimasukkan ke dalam wadah (kontainer) yang lebih besar. Bahan pembungkus lainnya dapat berupa bahan pulp maupun kertas. Sayur-sayur dalam wadah disesuaikan dengan kualitas yang diinginkan. Dalam satu wadah dapat terdiri hanya satu sayur atau terdiri dari banyak sayur. Bambang B. Santoso Penanganan Pascapanen Sayur 218
Sayur-sayur tersebut diatur peletakannya secara rapi sehingga kemungkinan berbenturan satu sama lainnya tidak terjadi. Sedangkan bahan wadah yang dapat digunakan dapat berupa kertas kanton (dalam berbagai tipe dan jenis), peti kayu, ataupun plastik. Pada sayur yang ditujukan untuk para konsumen, pengepakan sering dilakukan dengan membungkus sayur dengan plastik ataupun bahan lain yang kemudian dimasukkan ke dalam wadah (kontainer) yang lebih besar. Bahan pembungkus lainnya dapat berupa bahan pulp, polyethilen maupun kertas. Kemudian dimasukkan dalam suatu wadah. Dalam satu wadah dapat terdiri hanya satu sayur atau terdiri dari banyak sayur. Bahan wadah yang digunakan dapat berupa kertas kanton (dalam berbagai tipe dan jenis), peti kayu, ataupun plastik. Faktor penting dalam pengepakan yang perlu diperhatikan adalah bahwa bahan pembungkus setidaknya memiliki permeabilitas terhadap keluar masuknya oksigen dan karbondioksida. Seringkali atmosfir dalam ruang pak yang menggunakan plastic tercapai kestabilan udara yang cukup terkendali. Pada kondisi tersebut biasanya kandungan oksigen rendah sedangkan karbondioksidanya lebih tinggi baik terhadap oksigen maupun udara di luar pak (dos). Tekanan uap air relative stabil sehingga menguntungkan untuk mempertahankan kualitas sayur dalam simpanan. Bahan pak (dos) luar yang akan menampung beberapa dos berukuran kecil sering disebut sebakai Master Container. Bahan dos tersebut dapat berupa karton maupun kayu, yang penting memiliki sifat tahan kerusakan akibat air, gesekan, tumpukan dan tidak goyah, tidak berat.

Trimming

4. Trimming, waxing, coating, dan curing
Trimming diartikan sebagai pemotongan bagian-bagian sayur yang tidak dikehendaki karena mengganggu penampilannya. Bagian yang dipotong tersebut biasanya perakaran maupun daun-daun tua maupun mongering seperti pada lobak, wortel, bayam, seledri, dan selada. Sedangkan curing merupakan tindakan penyembuhan luka pada komoditi panenan. Luka dapat disebabkan karena pemotongan maupun luka goresan dan benturan saat panen. Curing sering diterapkan pada sayuran seperti bawang-bawangan dan kentang, yaitu dengan cara membiarkan komoditi terkena sinar matahari sejenak setelah panen atau dengan perlakuan pemanasan dengan menggunakan uap secara terkendali. Waxing atau coating merupakan pelapisan permukaan sayuran agar menambah baik penampilannya. Pelapisan dimaksudkan untuk melapisi permukaan sayur dengan bahan yang dapat menekan laju respirasi maupun menekan laju transpirasi sayur selama penyimpanan atau pemasaran. Pelapisan juga bertujuan untuk menambah perlindungan bagi sayur terhadap pengaruh luar. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pelapisan dapat memperpanjang masa simpan dan menjaga produk segar dari kerusakan seperti pada tomat, timun, cabe besar, dan terong. Pelilinan (waxing) merupakan salah satu pelapisan pada sayur untuk menambah lapisan lilin alami yang biasanya hilang saat pencucian, dan juga untuk menambah kilap sayur. Keuntungan lain pelilinan adalah menutup luka yang ada pada permukaan sayuran. Bambang B. Santoso Penanganan Pascapanen Sayur 217
Pelilinan atau pelapisan digunakan untuk memperpanjang masa segar komoditi sayur atau memperpanjang daya tahan simpan sayur bilamana fasilitas pendinginan (ruang simpan dingin) tidak tersedia. Namun perlu diingat bahwa tidak semua komoditi sayur memiliki respon yang baik terhadap pelilinan. Faktor kritis pelilinan sayur adalah tingkat ketebalan lapisan lilin. Terlalu tipis lapisan lilin yang terbentuk di permukaan sayur membuat pelilinan tidak efektif, namun bila pelapisan terlalu tebal akan menyebabkan kebusukan sayur. Beberapa macam lilin yang digunakan dalam upaya memperpanjang masa simpan dan kesegaran sayur adalah lilin tebu (sugarcane wax) lilin karnauba (carnauba wax), lilin lebah madu (bees wax) dan sebagainya. Lilin komersial siap pakai yang dapat dan sering digunakan para produsen sayur adalah lilin dengan nama dagang Brogdex-Britex Wax. Salah satu jenis pelapis lainnya yang dikembangkan selain pelapis lilin adalah khitosan, yaitu polisakarida yang berasal dari limbah kulit udang-udangan (Crustaceae), kepiting dan rajungan (Crab). Teknik aplikasi atau penggunaan lilin atau pelapisan pada sayur dapat dengan menggunakan teknik pencelupan sayur dalam larutan (dipping), pembusaan (foaming), penyemprotan (spraying), dan pengolesan atau penyikatan (brushing). Tentunya jenis sayur yang berbeda memerlukan teknik pelilinan yang berbeda.

Wadah panenan

. Wadah panenan dan transportasi
Penempatan komoditi panenan pada wadah sesungguhnya merupakan tindakan menghindari sayur dari kerusakan fisik dan mekanik maupun menghindari kotoran. Oleh karena itu, pemilihan jenis bahan wadah sebaiknya didasarkan pada sifat permukaan komoditi bersangkutan. Permukaan wadah seharusnya bersih dan rata untuk menghindari luka lecet atau gesekan.
Pengumpulan atau penumpukan komoditi panenan sudah pasti terjadi dan sering menyebabkan kemungkinan kerusakan yang cukup besar. Terlebih-lebih bilamana panenan dilakukan sekaligus terhadap sayuran yang ada di lapang produksi. Penempatan pada wadah selama pengumpulan hasil panen Bambang B. Santoso Penanganan Pascapanen Sayur 214
lainnya merupakan teknik yang baik digunakan untuk mengurangi kerusakan. Oleh karena itu, maka penyediaan wadah yang cukup banyak sangat diperlukan. Persentase kerusakan yang lebih tinggi terjadi pada komoditi panenan yang dikumpulkan secara menumpuk di pinggir lapang produksi, dibandingkan dengan bilamana komoditi panenan ditempatkan dalam wadah tanpa membongkar-muat kembali. Transportasi sudah pasti diperlukan atau dilakukan terutama bagi lokasi lapang produksi yang jauh dengan tempat penanganan selanjutnya. Seperti halnya pada komoditi sayur-sayuran, terdapat beberapa hal yang dapat dan perlu dilakukan untuk menghindari kerugian yang lebih besar pada aspek pengangkutan (transportasi). Hal-hal tersebut antara lain menghindari menggunakan alat pengangkut yang terlalu jauh antara tempat panenan ke tempat pengangkutan, pengawasan terhadap penanganan yang kasar pada saat menaikkan dan menurunkan wadah komoditi panenan, mengurangi kecepatan alat pengangkut untuk menghindari besarnya goncangan, dan menjaga kebersihan permukaan wadah.
4. Pengendalian suhu
Pengendalian suhu di lapang meliputi penaungan komoditi dari terpaan sinar matahari langsung maupun pra-pendinginan (pendinginan awal). Komoditi panenan sayur yang dibiarkan terkena sinar matahari langsung dapat menjadi panas hingga beberapa derajat di atas suhu yang aman bagi komoditi bersangkutan. Kenaikan suhu tersebut bergantung pada warna dan tekstur permukaan sayur. Membiarkan sayuran terkena sinar matahari langsung akan berdampak buruk terhadap kualitas sayur bahkan akan menyebabkan kehilangan hasil yang semakin tinggi. Sayur yang telah berada dalam wadah sebaiknya juga tidak terkena langsung sinar matahari, karena akan menyebabkan fenomena panas yang buruk di dalam wadah tersebut. Sebaiknya panas dalam wadah yang telah berisi sayur diupayakan konstan atau stabil. Bambang B. Santoso Penanganan Pascapanen Sayur 215
C. Penanganan Pasca Panen
Penanganan sayur dilakukan untuk tujuan penyimpanan, transportasi dan kemudian pemasaran. Seperti halnya pada buah, langkah yang harus dilakukan dalam penanganan sayur setelah dipanen meliputi pemilihan (sorting), pemisahan berdasarkan umuran (sizing), pemilihan berdasarkan mutu (grading), dan pengepakan (packing). Namun demikian, untuk beberapa komoditi atau jenis sayur tertentu memerlukan tambahan penanganan seperti pencucian, penggunaan bahan kimia, pelapisan (coating-waxing), dan pendinginan awal (pre-cooling), serta pengikatan (bunching), pemotongan bagian-bagian yang tidak penting (trimming).
1. Sorting
Setelah pencucian dengan menggunakan air yang diberikan clorin, maka proses selanjutnya adalah pemilahan. Pemilahan terhadap sayur dilakukan untuk memisahkan sayur-sayur yang berbeda tingkat kematangan, berbeda bentuk (mallformation), dan juga berbeda warna maupun tanda-tanda lainnya yang merugikan (cacat) seperti luka, lecet, dan adanya infeksi penyakit maupun luka akibat hama.
2. Sizing
Pengukuran sayur dimaksudkan untuk memilah-milah sayur berdasarkan ukuran, berat atau dimensi terhadap sayur-sayur yang telah dipilih (proses di atas – sorting). Proses pengukuran sayur dapat dilakukan secara manual maupun mekanik.
3. Grading
Pada tahapan ini, sayur-sayur dipilah-pilah berdasarkan tingkatan kualitas pasar (grade). Tingkatan kualitas dimaksud adalah kualitas yang telah ditetapkan sebagai patokan penilaian ataupun ditetapkan sendiri oleh Bambang B. Santoso Penanganan Pascapanen Sayur 216
produsen. Pemilihan kualitas sayuran dapat berdasarkan ukuran, bentuk, kondisi, dan tingkat kemasakan. Tahapan ini tentunya sangat penting bagi sayuran yang ditujukan untuk pasar segar. Namun tahapan ini tidak perlu dilakukan bilamana sayuran ditujukan untuk proses pengolahan.

Pembahasan

II.    PEMBAHASAN
Sebenarnya dalam pengertian ilmiah tidak terdapat berpedaan yang jelas antara sayuran (terutama sayuran berasal dari organ buah) dan buah. Pengertian sayuran utamanya ditujukan pada komoditi yang organ panenan untuk dikonsumsi berupa daun dan atau bunga, bahkan seringkali. Produk seperti sayuran daun maupun sayuran berupa sayur seperti tomat, terong, mentimun dan sebagainya maupun berupa bunga seperti bunga turi, bunga lotus (teratai), serta batang seperti asparagus, rebung bamboo dan sebagainya, yang biasanya dikonsumsi baik mentah maupun setelah dimasak atau diolah bersama-sama dengan makanan pokok digolongkan sebagai sayuran. Keanekaragaman sayuran cukup tersedia sepanjang tahun, namun memiliki periode pemanfaatan sayuran segar sangat terbatas, karena mudahnya komodti panenan tersebut mengalami kerusakan. Untuk tujuan pasar jarak jauh, mempertahankan kesegaran sayuran hingga sampai di tujuan merupakan hal yang cukup sulit dan mahal. Untuk mengatasi keadaan tersebut beberapa ahli atau peneliti hortikultura telah melakukan penelitian dengan cara perlakuan memperpanjang masa kesegaran sayur. Kerusakan yang terjadi pada sayuran yang telah dipanen, disebabkan karena organ panenan tersebut masih melakukan proses metabolisme dengan menggunakan cadangan makanan yang terdapat dalam sayuran tersebut. Berkurangnya cadangan makanan tersebut tidak dapat digantikan karena sayuran tersebut sudah terpisah dari pohonnya ataupun telah dicabut (untuk bayam, sawi) sehingga mempercepat proses hilangnya nilai gizi sayur dan mempercepat senesen. Sedangkan tingkat kerusakan sayuran dipengaruhi oleh difusi gas ke dalam dan ke luar jaringan yang terjadi melalui lentisel yang tersebar di permukaaan sayur. Menghambat proses tersebut tentunya secara teoritis dapat pula dilakukan sehingga dapat memperlambat laju perusakan. Bambang B. Santoso Penanganan Pascapanen Sayur 212
2.1.    Persiapan di Lapang dan Pemanenan
Penanganan sayur agar supaya memiliki kualitas yang baik diperlukan perlindungan terhadap sayur segar sejak budidaya atau di lapang produksi dan kemudian diteruskan hingga sayur siap dikonsumsi. Deteriorasi atau perusakan sayuran dapat terjadi karena perlakuan pemeliharaan di pertanaman maupun penanganan saat panen. Untuk menghindari penyebab atau menunda permulaan deteriorasi perlu memperhatikan beberapa tindakan atau kegiatan budidaya tersebut.

1. Panen
Menentukan kapan saat panen merupakan bagian penting dalam budidaya sayuran. Untuk kebun-kebun rumah, memilih waktu panen sudah pasti dan jelas, yaitu pada saat tercapainya kualitas perkembangan sayur maksimal. Hal ini dikarenakan penggunaan komoditi panenan tersebut segera atau kalupun disimpan dalam lemari es (kulkas) hanya dalam waktu yang pendek. Untuk usaha komersial, pemanenan dipengaruhi oleh beberapa factor. Bilamana komoditi panenan untuk diproses lebih lanjut, maka panen dapat dilakukan saat periode mendekati puncak kematangan, karena periode waktu panen hingga memproses cukup singkat, dan pada saat itu komoditi telah mencapai fase kematangan yang maksimal. Untuk tujuan pasar segar, waktu panen dapat dilakukan bilamana telah mendekati puncak kematangan atau kurang dari itu. Waktu panen juga akan sangat mudah bilamana tanggal tanam atau umur perkembangan tanaman sayuran telah diketahui. Namun demikian untuk beberapa jenis sayuran, waktu panen dapat dilihat pada kondisi perkembangan organ panenan tersebut. Untuk tomat dan cabe dapat berdasarkan perkembangan warna sayur. Kepadatan krop untuk kubis. Jumlah daun untuk sawi. Panjang pucuk dan kondisi daun untuk kangkung, dan sebaginya. Bambang B. Santoso Penanganan Pascapanen Sayur 213




2. Alat panen
Penggunaan peralatan panen yang telah berkembang pada saat sekarang sangat berguna bagi petani yang memiliki areal luas dan telah menggunakan jenis-jenis tanaman sayuran yang memiliki tingkat keseragaman (terutama tinggi tanaman) yang tinggi. Selain itu, penggunaan alat panen baik digunakan untuk komoditi-komoditi yang akan diolah lebih lanjut. Sedangkan bagi komoditi yang ditujukan untuk pasar segar dan beberapa jenis sayuran yang memiliki organ panenan berkembang tidak seragam (gradual), maka panenan secara manual (hand harvesting) merupakan teknik yang paling baik. Dengan cara ini, maka tingkat perkembangan atau kematangan komoditi dapat dipilih dan sekaligus dapat dilakukan pengelompokan (grading) saat memasukkan ke wadah penampungan. Selain itu, pemanenan manual dapat menghindari kerusakan komoditi akibat benturan maupun gesekan. Penggunaan perlatan (mechanized harvesting) sering digunakan untuk memanen komiditi sayuran yang organ panenannya berkembang di bawah permukaan tanah seperti kentang dan wortel. Alat mekanisasi digunakan untuk menggemburkan dan menggali tanah sehingga umbi-umbi akan terangkat ke permukaan, dan kemudian dapat dengan mudah dikumpulkan.

Teknologi

I.    PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Teknologi pasca panen adalah teknologi multidisiplin, yang melibatkan pakar-pakar, seperti pakar bahan, manufakturing, teknologi pengolahan pangan, kimia, pengukuran, gizi, agro-kompleks dan lingkungan.
Teknologi ini harus dikuasai, walaupun harus bertahap. Dengan pengembangan produk dari yang sederhana hingga produk yang kompleks, dari skala kecil hingga skala industri, dan dengan akumulasi langkah-langkah perbaikan berkesinambungan, yang melibatkan usaha multi-disiplin, teknologi ini akan menjadi teknologi yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar produk pertanian Indonesia, yang akan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan volume ekspor non-migas, dan sekaligus ikut berkontribusi cukup berarti dalam menyelesaikan persoalan pengangguran di Indonesia.
Kelemahan pengembangan teknologi di Indonesia adalah sinergi antar disiplin ilmu yang masih sangat rendah. Sinergi adalah akumulasi usaha difusi dari berbagai ilmu dan teknologi, yang sangat membutuhkan energi, sehingga untuk mendapatkan produk yang canggih, modern dan berkehandalan tinggi perlu langkah dan tahapan sistematik, yang memerlukan dukungan politik dan dana pemerintah dan perguruan tinggi.
Keberpihakan pemerintah terhadap teknologi rakyat perlu ditegaskan, karena kuat sekali indikasi pemerintah yang lebih mengutamakan akumulasi kekuatan ekonomi pemerintah dan sektor swasta dari pada pemberdayaan teknologi produksi rakyat dan penyelesaian pengangguran, yang memang memerlukan usaha sedikit lebih serius dari pemerintah.
Teknologi pasca panen haruslah dibuktikan oleh UGM pada pemerintah sebagai teknologi pemberdayaan bagi kemampuan produktivitas rakyat, yang bisa mendorong ekspor pertanian rakyat sebagai sumber devisa negara, dan merupakan salah satu langkah strategis menyelesaikan pengangguran.
Oleh sebab itu di dalam metodologi pengembangannya perlu diperhatikan strategi implikasi kebutuhan dana, potensi pertanian rakyat, sustainability, potensi ekspor, potensi penyelesaian pengengguran, keterlibatan sektor swasta dan daya serap teknologi oleh rakyat.
1.2    TUJUAN DAN MANFAAT
Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui teknologi penangan pasca panen tanaman sayuran, dan memberikan penampilan yang baik serta kemudahan-kemudahan untuk konsumen, juga untuk memberikan perlindungan produk dari kerusakan dan memperpanjang masa simpan
Sedangkan manfaat pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui teknologi penangan pasca panen tanaman sayuran, dan memberikan penampilan yang baik serta kemudahan-kemudahan untuk konsumen, juga untuk memberikan perlindungan produk dari kerusakan dan memperpanjang masa simpan

Teori sosiogenesis

Teori Sosiogenis
Para sosiolog berpendapat penyebab kenakalan remaja adalah murni sosiologis atau sosial-psikologis sifatnya[3]. Misalnya dipengaruhi oleh struktur sosial yang deviatif, tekanan kelompok, peranan sosial, status sosial atau oleh internalisasi simbolis yang keliru.
d. Teori Subkultur
Dalam hal ini menyengkut satu kumpulan nilai dan norma yang menuntut bentuk tingkah laku responsif sendiri yang khas pada anggota kelompok gang remaja yang mengaitkan sistem nilai, kepercayaan / keyakinan, ambisi-ambisi tertentu yang memotivasi timbulnya kelompok-kelompok remaja berandalan dan kriminal.

V. Pengaruh Keluarga Terhadap Kemunculan Kenakalan Remaja
a. Ekses dari struktur keluarga berantakan dan kriminal
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Sedang lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Karena itu baik buruknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar memberikan pengaruh baik / buruknya pertumbuhan kepribadian anak. Kenakalan yanag dilakukan oleh anak remaja pada umumnya merupakan produk dari konstitusi defektif mental orang tua, anggota keluarga dan lingkungan tetangga dekat, ditambah dengan nafsu primitif dan agresivitas yang tidak terkendali. Pada umumnya semua perbuatan kriminal mereka itu merupakan mekanisme kompensatoris untuk mendaptkan pengakuan terhadap egonya, disamping dipakai sebagai kompensasi pembalasan terhadap perasaan minder yang ingin ditebusnya dengan tingkah laku “sok”.
Selain itu kriminalitas remaja dipengaruhi oleh akibat dari kegagalan sistem pengontrol diri, yaitu gagal mengawasi dan mengatur perbuatan instinktif mereka. Pola kriminal orang tua dapat mencetak pol kriminal hampir semua anggota keluarga lainnya. Diantara keadaan keluarga yang dapat menjadi sebab timbulnya delinguncy / kenakalan remaja dapat berupa keluarga yang tidak normal (broken home), keadaan jumlah anggota keluarga yang kurang menguntungkan.
• Broken home dan quasi broken home
Menurut pendapat umum pada broken home ada kemungkinan besar bagi terjadinya kenakalan remaja, dimana (terutama perceraian atau perpisahan orang tua mempengaruhi perkembangan di anak[4]. Dalam broken home pada prinsipnya struktur keluaga tersebut sudah tidak lengkap bagi yang disebabkan adanya hal-hal :
a) Salah satu kedua orang tua atau kedua-duanya meninggal dunia.
b) Perceraian orang tua
c) Salah satu dari kedua orang tua keduanya tidak hadir secara kontinyu dalam tenggang waktu yang cukup lama.
Keadaan keluarga yang tidak normal bukan hanya terjadi pada broken home, tetapi juga pada broken home (quasi broken home) ialah kedua orang tuanya masih utuh, tetapi karena masing-masing orang tuanya tidak sempat memberikan perhatiannya terhadap pendidikan anak-anaknya.
• Keadaan jumlah anak yang kurang menguntungkan
Keadaan tersebutu berupa :
- Keluarga kecil
Biasanya keluarga kecil, orang tua akan menanjakan anaknya dengan pengawasan yang luar biasa, pemenuhan kebutuhan yang berlebih-lebihan dan segala permintaannya dikabulkan. Hal ini mengakibatkan anak sulit bergaul, akhirnya frustasi dan mudah berbuat jahat.
- Keluarga besar
Dalam keluarga besar kadang-kadang disertai dengan tekanan ekonomi yang berat, akibatnya banyak sekali keinginan anak-anak tidak terpenuhi. Akhirnya mereka mencari jalan pintas seperti mencuri, menipu dan memeras.

b. Ayah dan ibu yang abnormal dan dampak negatifnya
Pada banyak kasus remaja yang menjadi anggota gang neuratik dengan gejala gangguan tingkah laku itu dapat ditelusuri sebab musababnya yaitu pribadi ibu dan ayah[5]. Pribadi ibu yang tidak terpuji dengan perilaku sebagai berikut :
1) Relasi diantara ibu dengan anak yang tidak harmonis
2) Peripsahan dengan ibu kandung pada tahun-tahun awal usia anak.
3) Menjauhkan anak dengan sumber gizi dan rasa aman terlindung.
4) Terputusnya relasi simbiotik antara ibu dengan anak.
5) Ibu-ibu yang neurotik dan psikopatik.
Peristiwa tersebut di atas menyebabkan anak-anak para remaja tidak mampu megembangkan kehidupan perasaan yang wajar, dan menjadikan krimial serta asosial.

VI. Potensi Preventif Terhadap Kenakalan Remaja
Mencegah kenakalan remaja adalah lebih baik dari pada mencoba mendidik remaja nakal menjadi remaja baik kembali. Usaha preventif kenakalan remaja dengan cara moralitas adalah menitik beratkan pada pembinaan moral dan membina kekuatan mental anak remaja. Dengan pembinaan moral yang baik anak remaja tidak mudah terjerumus dalam perbuatan-perbuatan delikuen. Sebab-sebab nilai moral tadi menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan delinkuen.
Usaha preventif kenakalan remaja dengan cara abolisionalistis adalah untuk mengurangi, bahkan untuk mengalihkan sebab-sebab yang mendorong anak remaja melakukan perbuatan-perbuatan delinkuen dengan bermotif apa saja. Disamping itu tidak kalah pentingnya usaha untuk memperkecil, bahkan meniadakan faktor-faktor yang membuat anak-anak remaja terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan delinkuen. Faktor-faktor tersebut antara lain broken home / quesi broken home, frustasi, pengangguran dan kurangnya sarana hiburan untuk anak remaja.
Konsep-konsep tersebut memerlukan realisasi dalam kehidupan masyarakat. Dapat dipastikan hanya dilaksanakan oleh masing-masing lembara secara sendiri-sendiri. Akan tetapi pelaksanaan tersebut memerlukan kerja sama yang erat satu sama lain. Masyarakat bersama-sama pemerintah seyogyanya bekerja sama yang akrab agar tujuan preventif tersebut tercapai dengan baik.



Kenakalan remaja

Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.
Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia 13-18 tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Ia berada pada masa transis.
Definisi kenakalan remaja menurut para ahli
•    Kartono, ilmuwan sosiologi “Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang”.
•    Santrock “Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal.”
Sejak kapan masalah kenakalan remaja mulai disoroti?
Masalah kenakalan mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois, Amerika Serikat.
Jenis-jenis kenakalan remaja
•    Penyalahgunaan narkoba
•    Seks bebas
•    Tawuran antara pelajar
Penyebab terjadinya kenakalan remaja
Perilaku ‘nakal’ remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
Faktor internal:
1.    Krisis identitas: Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
2.    Kontrol diri yang lemah: Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
Faktor eksternal:
1.    Keluarga dan Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
2.    Teman sebaya yang kurang baik
3.    Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
Hal-hal yang bisa dilakukan/ cara mengatasi kenakalan remaja:
1.    Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
2.    Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
3.    Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
4.    Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
5.    Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.

Read more: http://belajarpsikologi.com/kenakalan-remaja/#ixzz1gVlJMbND

Teori resepsi sastra

TEORI RESEPSI SASTRA I
Teori resepsi sastra merupakan salah satu aliran dalam penelitian sastra
yang terutama dikembangkan oleh mazhab Konstanz tahun 1960-an di jerman.
Teori ini menggeserkan fokus penelitian dari struktur teks ke arah penerimaan
atau penikmatan pembaca. Mazhab Konstanz meneruskan penelitian
fenomenologi, strukturalisme Praha, dan hermeneutika.
Untuk memahami latar belakang teori-teori resepsi, terlebih dahulu
dijelaskan secara singkat pandangan-pandangan yang berperan mendorong
tumbuhnya pandangan resepsionistik itu, terutama fenomenologi dah
hermeunetika.
Fenomenologi dirintis oleh Edmund Husserl sebagai aliran filsafat yang
menekankan bahwa gejala-gejala harus diajak berbicara dan diberi kesempatan
memperlihatkan diri. Bagi husserl, objek penelitian filosofis yang sebenarnya
adalah isi kesadaran kita dan bukan objek dunia. Kita menemukan sifat-sifat
universal atau esensial dalam benda-benda yang tampak justru di dalam kesadaran
kita. Dengan demikian, makna gejala-gejala hanya dapat disimpulkan berdasarkan
pengalaman kita mengenai gejala-gejala itu. Ketika Roman Ingarden mencoba
menggambarkan cara khas penerimaan sebuah karya seni, dia menggunakan
kerangka acuan fenomenologi untuk menjelaskannya. Menurut Ingarden, setiap
karya sastra secara prinsip belum lengkap karena hanya menghadirkan bentuk
skematik dan sejumlah tempat tanpa batas yang perlu dilengkapi secara individual
menurut pengalamannya akan karya-karya lain. Namun demikian, sejauh
menyangkut teks, kelengkapan itu tak pernah dapat sempurna. Yang dapat
dilakukan untuk melengkapi struktur karya sastra itu adalah melakukan
konkretisasi (penyelarasan atau pengisian makna oleh pembaca).
Hermeneutika semula terbatas pada teori dan kaidah menafsirkan sebuah
teks, khususnya kitab suci agama Yahudi dan Kristen secara filologis, historis,
dan teologis. Schleiermacher memperluas istilah itu untuk menyebut cara kita
memahami dan menafsirkan sesuatu yang selalu dipengaruhi oleh konteks
43
historis. Gadamer memperluas lagi lingkup hermeneutik. Menurut dia istilah itu
mengacu pada proses mengetahui, memahami, dan menafsirkan sesuatu tidak
hanya melibatkan subjek dan objek, melainkan merupakan sebuah proses sejarah.
Cakrawala kesadaran sejarah yang meliputi si penafsir menentukan
pengetahuannya (Hartoko, 1986: 38).
Berikut ini akan dikemukakan teori-teori resepsi yang paling menonjol
dalam lingkup teori sastra.
1. Hans Robert Jauss: Horison Harapan
Teori resepsi, yang merupakan sebuah aplikasi historis dari tanggapan
pembaca terutama berkembang di Jerman ketika hans Robert Jauss
menerbitkan tulisan berjudul Literary Theory as a Challenge to Literary
Theory (1970). Fokus perhatiannya, sebagaimana teori tanggapan pembaca
lainnya, adalah penerimaan sebuah teks. Minat utamanya bukan pada
tanggapan seorang pembaca tertentu pada suatu waktu tertentu melainkan
pada perubahan-perubahan tanggapan interpretasi dan evaluasi pembaca
umum terhadap teks yang sama atau teks-teks yang berbeda dalam kurun
waktu berbeda.
Jauss merupakan seorang ahli dalam bidang sastra Perancis abad
pertengahan dari Universitas Konstanz. Sebagai seorang ahli dalam bisang
sastra lama, Jauss beranggapan bahwa karya sastra lama merupakan
produk masa lampau yang memiliki relevansi dengan masa sekarang,
dalam arti ada nilai-nilai terntentu untuk orang yang membacanya. Untuk
menggambarkan relevansi itu Jauss memperkenalkan konsep yang
terkenal: Horizon Harapan yang memungkinkan terjadinya penerimaan
dan pengolahan dalam batin pembaca terhadap sebuah objek literer.
Melalui penelitian resepsi, Jauss ingin merombak sejarah sastra masa itu
yang terkesan hanya memaparkan sederetan pengarang dan jenis sastra
(genre). Fokus perhatiannya adalah proses sebuah karya sastra diterima,
sejak pertama kali ditulis sampai penerimaan-penerimaan selanjutnya.
44
De Man menilai bahwa Jauss berusaha menjembatani teori-teori
formalisme Rusia dengan teori-teori Marxis. Teori formalisme Rusia
dipandangnya terlalu berlebihan menekankan nilai estetik teks sehingga
mengabaikan dungsi sosial sastra. Sebaliknya teori-teori Marxis terlalu
menekankan fungsi sosial sastra dalam masyarakat sehingga hakikat sastra
sebagai karya seni kurang diperhatikan. Jauss menegaskan bahwa sebuah
karya sastra merupakan objek estetik yang memiliki implikasi estetik dan
implikasi historik. Implikasi estetik timbul apabila teks dinilai dalam
perbandingan dengan karya-karya lain yang telah dibaca, dan implikasi
historis muncul akibat perbandingan historis dengan rangkaian penerimaan
atau resepsi sebelumnya.
Jaus mengungkapkan tujuh tesis pemikiran teoretisnya. Secara
singkat ketujuh tesis itu berikut ini.
1) Karya sastra bukanlah monumen yang mengungkapkan makna yang
satu dan sama, seperti anggapan tradisional mengenai objektivitas
sejarah sebagai deskripsi yang tertutup. Karya sastra ibarat oerkestra:
selalu memberikan kesempatan kepada pembaca untuk menghadirkan
resonansi yang baru yang membebaskan teks itu dari belenggu bahasa,
dan menciptakan konteks yang dapat diterima pembaca masa kini.
Sifat dialogal ini memungkinkan pembaca mengapropriasikan masa
lampau untuk ditiru, diabaikan, atau ditolak.
2) Sistem horison harapan pembaca timbul sebagai akibat adanya momen
historis karya sastra, yang meliputi suat prapemahaman mengenai
genre, bentuk, dan tema dalam karya yang sudah diakrabi, dan dari
pemahaman mengenai oposisi antara bahasa puitis dan bahasa seharihari.
Sekalipun sebuah karya sastra tampak baru sama sekali, ia
sesungguhnya tidak baru secara mutlak seolah-olah hadir dari
keosongan. Sastra telah memerpsiapkan pembacanya dalam sebuah
sistem penerimaan yang khas melalui tanda-tanda dan kode-kode
dalam perbandingan dengan hal yang sudah dikenal sebelumnya. Jadi,
ada interaksi antara teks dengan konteks pengalaman pencerapan
45
estetik yang bersifat transsubjektif itu. Horison harapan
memungkinkan seseorang mengenal ciri artistik sebuah karya teks
sastra.
3) Jika ternyata masih ada jarak estetik antara horison harapan dengan
wujud sebuah karya sastra yang baru, maka proses penerimaan dapat
mengubah harapan itu baik melalui penyangkalan terhadap
pengalaman estetik yang sudah dikenal atau melalui kesadaran bahwa
sudah muncul suatu pengalaman estetik yang baru. Di sini dituntut
penerimaan sastra sebagaimana penerimaan seni pertunjukan, yang
selalu memenuhi horison harapan sesuai dengan cita rasa keindahan,
sentimen-sentimen, dan emosi yang sudah dikenal. Justru karya sastra
yang adiluhung memiliki sifat artistik jarak estetik ini.
4) Rekonstruksi mengenai horison harapan terhadap karya sastra sejak
diciptakan atau disambut pada masa lampau hingga masa kini, akan
menghasilkan berbagai varian resepsi dengan semangat jaman yang
berbeda. Dengan demikian, pandangan platonis mengenai makna karya
sastra yang objektis, tunggal dan abadi untuk semua penafsir perlu
ditolak.
5) Teori estetika penerimaan tidak hanya sekadar memahami makna dan
bentuk karya sastra menurut pemahaman historis. Dia menuntut agar
kita memasukkan sebuah karya individual ke dalam rangkaian sastra
agar lebih dikenal posisi dan arti historisnya dalam konteks
pengalaman sastra.
6) Apabila pemahaman dan pemaknaan sebuah karya sastra menurut
resepsi historis tidak dapat dilakukan karena adanya perubahan sikap
estetik, maka seseorang dapat menggunakan perspektif sinkronis untuk
menggambarkan persamaan, perbedaan, pertentangan, ataupun
hubungan antara sistem seni sejaman dengan sistem seni dalam masa
lampau. Sebuah sejaran sastra menjadi mantap dalam pertemuan
perspektif sinkronis dan diakronis. Jadi, sistem sinkronis tetap harus
46
membuat masa lampau sebagai elemen struktural yang tak dapat
dipisahkan.
7) Tugas sejarah sastra tidak menjadi lengkap hanya dengan
menghadirkan sistem-sistem karya sastra secara sinkronis dan
diakronis, melainkan harus juga dikaitkan dengan sejarah umum.
Kedudukan khas dan unik dari sejarah sastra perlu perlu mendapat
kepunuhannya dalam sejarah umum. Hubungan ini tidak berakhir
dengan sekadar menemukan gambaran mengenai situasi sosial yang
berlaku di dalam karya sastra. Fungsi sosial karya sastra hanya
sungguh terwujud bila pengalaman sastra pembaca masuk ke dalam
horison harapan mengenai kehidupannya yang praktis, membuat
dirinya semakin memahami dunianya, dan akhirnya memiliki pengaruh
kepada tingkah laku sosialnya. Pandangan Jauss tempaknya
memperoleh sambutan dan dukungan yang luas di kalahngan ilmuwan
sastra modern.
2. Wolfgang Iser: Pembaca Implisit
Iser juga termasuk salah seoramh eksponen mazhab Konstanz. Tetapi
berbeda dari Jaunn yang memperkenalkan model sejarah resepsi, Iser lebih
memfokuskan perhatiannya kepada hubungan individual antara teks dan
pembaca (estetikan pengolahan). Pembaca yang dimaksud oleh Iser
bukanlah pembaca konkret individual, melainkan pembaca implisit. Secara
singkat dapat dikatakan bahwa pembaca implisit merupakan suatu instansi
di dalam teks yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara teks dan
pembacanya. Dengan kata lain, pembaca yang diciptakan oleh teks-teks itu
sendiri, yang memungkinkan kita membaca teks itu dengan cara tertentu.
Iser mengemukakan teori resepsinya dalam bukunya The Act of
Reading: a Theory of Aesthetic Response (1978). Menurut Iser, tak
seorang pun yang menyangkal keberadaan pembaca dalam memberi
penilaian terhadap karya sastra, sekalipun orang berbicara mengenai
otonomi sastra. Oleh karena itu, observasi terhadap respon pembaca
47
merupakan studi yang esensial. Pusat kegiatan membaca adalah interaksi
antara struktur teks dan pembacanya. Teori fenomenologi seni telah
menekankan bahwa pembacaan sastra tidak hanya melibatkan sebuah teks
sastra, melainkan juga aksi dalam menanggapi teks. Teks itu sendiri
hanyalah aspek-aspek skematik yang diciptakan pengarang, yang akan
digantikan dengan kegiatan konkretisasti (realisasi makna teks oleh
pembaca).
Iser (1978: 20-21) menyebutkan bahwa karya saastra memiliki dua
kutub, yakni kutub artistik dan kutub estetik. Kutub artistik adalah kutub
pengarang, dan kutub estetik merupakan realisasinya yang diberikan oleh
pembaca. Aktualisasi yang benar terjadi di dalam interaksi antara teks
(perhatian terhadap teknik pengarang, struktur bahasa) dan pembaca
(psikologi pembaca dalam proses membaca, fungsi struktur bahasa
terhadap pembaca). Penelitian sastra harus dimulai dari kode-kode struktur
yang terdapat dalam teks. Aspek verbal (struktur/bahasa) perlu dipahami
agar menghindarkan penerimaan yang arbitrer. Fungsi struktur itu tidak
berlaku selama belum ada efeknya bagi pembaca. Oleh karena itu
penelitian perlu dilanjutkan dengan mendeskripsikan interaksi antara
bahasa dan pembaca, yang merupakan kepenuhan penerimaan teks.
Bagi Iser, tugas kritik teks adalah menjelaskan potensi-potensi
makna tanpa membatasi diri pada aspek-aspek tertentu, karena makna teks
bukanlah sesuatu yang tetap melainkan sebagai peristiwa yang dinamik,
dapat berubah-ubah sesuai dengan gudang pengalaman pembacanya.
Sekalipun disadari bahwa totalitas makna teks tidak dapat secara tuntas
dipahami, proses membaca itu sendiri merupakan suatu prakondisi penting
bagi pembentukan makna. Makna referensial bukanlah ciri pokok estetis.
Apa yang dinamakan estetis adalah jika hal tertentu membawa hal baru,
sesuatu yang sebelumnya tidak ada. Jadi, penetapan makna estetis
sesungguhnya bermakna ganda, bersifat estetis sekaligus diskursif.
Pengalaman yang dibangun dan digerakkan dalam diri pembaca oleh
48
sebuah teks menunjukkan bahwa kepenuhan makna estetis muncul dalam
relasi dengan sesuatu di luar teks.
Pandangan Iser tentang estetika resepsi dapat dipahami dengan
meninjau teorinya mengenai pembaca implisit dan membandingkannya
dengan teori-teori pembaca lainnya.
Menurut Iser, konsep tradisional mengenai pembaca selama ini
umumnya mencakup dua kategori, yakni pembaca nyata atau pembaca
historis dan pembaca potensial atau pembaca yang diandaikan oleh
pengarang. Diandaikan bahwa pembaca jenis kedua ini mampu
mengaktualisasikan sebuah teks dalam sebuah konteks secara memadai,
seperti seorang pembaca ideal yang memahami kode-kode pengarang.
Selain teori-teori tradisional tersebut, terdapat beberapa pandangan
yang lebih modern tentang pembaca, yang menurut Iser tidak bebas dari
kesalahan.
1) Michael Riffaterre memperkenalkan istilah superreader, yakni sintesis
pengalaman membaca dari sejumlah pembaca dengan kompetensi
yang berbeda-beda. Kelompok ini diharapkan dapat mengungkap
potensi semantik dan pragmatik dari pesan teks melalui stilistika.
Kesulitan akan muncul bila terdapat penyimpangan gaya, yang
mungkin hanya dipahami dengan referensi lain di luar teks.
2) Stanley Fish mengajukan istilah informed reader (pembaca yang tahu,
yang berkompeten), yang mirip dengan konsep Rifattere. Untuk
menjadi seseorang pembaca yang berkompeten, diperlukan syaratsyarat:
a) kemampuan dalam bidang bahasa, b) kemampuan semantik,
c) kemampuan sastra. Melalui kemampuan-kemampuan ini seorang
informed reader dapat merespon karya sastra. Teori ini tidak dapat
diterima karena lebih berkaitan dengan teks daripada dengan
pembacanya. Perubahan kalimat misalnya, lebih berkaitan dengan
aturan gramatikal daripada pengalaman pembaca.
3) Edwin Wolff mengusulkan intended reader, yakni model pembaca
yang berada dalam benak penulis ketika dia merekonstruksikan idenya.
49
Model pembaca ini mengacu kepada pembayangan seorang penulis
tentang pembaca tulisannya melalui observasi akan norma dan nilai
yang dianut masyarakat pembacanya. Pembaca ini akan mampu
menangkap isyarat-isyarat tekstual. Persoalannya, bagaimana jika
seorang pembaca yang tidak dituju pengarang tetapi mampu
memberikan arti kepada sebuah teks?
Iser sendiri mengajukan konsep implied reader untuk mengatasi
kelemahan pandangan-pandangan teoritis mengenai pembaca.
Pembaca tersirat sesungguhnya telah dibentuk dan distrukturkan di
dalam teks sastra. Teks sendiri telah mengandung syarat-syarat bagi
aktualisasi yang memungkinkan pembentukan maknanya dalam benak
pembaca (Iser, 1982: 34). Dengan demikian, kita harus mencoba
memahami efek tanggapan pembacanya terhadap teks tanpa prasangka
tanpa mencoba mengatasi karakter dan situasi historisnya. Teks sudah
mengasumsikan pembacanya, entah pembaca yang berkompeten
maupun tidak. Teks menampung segala macam pembaca, siapapun
dia, karena struktur teks sudah menggambarkan peranannya.
Perhatikan bahwa teks sastra disusun seorang pengerang (dengan
pandangan dunia pengarangnya) mengandung empat perspektif utama,
yaitu pencerita, perwatakan, alur, dan bayangan mengenai pembaca.
Keempat perspektif ini memberi tuntunan untuk menemukan arti teks.
Arti teks sebuah teks dapat diperoleh jika keempat perspektif ini dapat
dipertemukan dalam aktivitas atau proses membaca. Di sini terlihat
kedudukan pembaca yang sangat penting dalam memadukan perspetifperspektif
tersebut dalam satu kesatuan tekstual, yang dipandu oleh
penyatuan atau perubahan perspektif.
Instruksi-instruksi yang ditunjukkan teks merangsang bayangan
mental dan menghidupkan gambaran yang diberikan oleh struktur teks.
Jadi gambaran mental itu muncul selama proses membaca struktur
teks. Pemenuhan makna teks terjadi dalam proses ideasi
(pembayangan dalam benak pembaca) yang menerjemahkan realitas
50
teks ke dalam realitas pengalaman personal pembaca. Secara konkret,
isi nyata dari gambaran mental ini sangat dipengaruhi oleh gudang
pengalaman pembaca sebagai latar referensial.
Konsep implied reader memungkinkan kita mendeskripsikan efekefek
struktur sastra dan tanggapan pembaca terhadap teks sastra.

Abstrak

ABSTRAK

Suhardin (A1A2 07 071) “Laporan Akhir KKP Terintegrasi PPL pada SMA Kartika VII-2 Kendari Semester Ganjil Tahun Akademik 2011/2021”
Tujuan pelaksanaan KKP terintegrasi PPL yaitu untuk membimbing, mendidik, dan melatih mahasiswa agar memiliki suatu standar kompetensi profesional, memiliki keterampilan dan melaksanakan tugas-tugas pendidikan, memiliki dan menghayati nilai-nilai sebagai seorang guru, mengembangkan inovasi dalam bidang kependidikan, serta memiliki kemampuan mengaplikasikan diri dan pengetahuannya dalam situasi pembelajaran di sekolah.
Rumusan program dalam laporan akhir ini, adalah kegiatan praktek mengajar yang pada dasarnya adalah kegiatan mengimplementasikan atau pelaksanaan perangkat pembelajaran yang dihasilkan dari kegiatan pelatihan di kampus oleh dosen pembimbing. Guru pamong dan kepala sekolah memberi tugas membimbing dan mengajarkan mata pelajaran dalam keseluruhan proses kegiatan dan wajib melaporkan secara periodik tentang kemajuan belajar siswa baik individu maupun secara berkelompok dan pemberian diluar jam pelajaran bila perlu.
Kegiatan praktek mengajar ini dilakukan sesuai dengan jadwal pelajaran dan alokasi waktu yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah sesuai dengan mata pelajaran dalam hal ini Kimia yang diajarkan oleh praktikan.
Dari analisis hasil pelaksanaan dan refleksi selama pelaksanaan KKP terintegrasi PPL maka dapat disimpulkan bahwa: (1) kuliah kerja profesi (KKP) terintegrasi PPL bagi mahasiswa FKIP UNHALU merupakan sarana untuk mempersiapkan diri secara fungsional dan mandiri dalam menggeluti dunia pendidikan sehingga KKP terintegrasi PPL sebagai persiapan pendahuluan untuk menghasilkan tenaga-tenaga profesional, (2) pada pembimbingan dikampus mahasiswa peserta KKP terintegrasi PPL sebagai calon guru dibekali berbagai pengetahuan terutama perangkat pembelajaran yang akan diterapkan di sekolah yang sesuai dengan kurikulum baru yaitu KTSP, (3) dewan guru beserta staf tata usaha dan siswa-siswi SMA Kartika VII-2 Kendari memiliki kedisiplinan yang tinggi sehingga kegiatan belajar mengajar berjalan dengan lancar, (4) Prestasi-prestasi yang diperoleh siswa(i) SMA Kartika VII-2 Kendari tidak lepas dari tersediannya media, sarana dan fasilitas pembelajaran serta tingginya antusiasme guru dalam memberikan pelajaran tambahan.

Kesimpulan dari analisis

A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil Kuliah Kerja Profesi (KKP) yang terintegrasi dengan Program Pengalaman Lapangan (PPL) dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.    Kuliah Kerja Profesi (KKP) terintegrasi PPL bagi mahasiswa FKIP Unhalu merupakan sarana untuk mempersiapkan diri secara fungsional dan mandiri dalam menggeluti dunia pendidikan sehingga Kuliah Kerja Profesi (KKP) yang terintegrasi dengan Program Pengalaman Lapangan (PPL) sebagai persiapan pendahuluan untuk menghasilkan tenaga-tenaga pengajar yang fungsional.
2.    Pada pembimbingan di kampus mahasiswa peserta Kuliah Kerja Profesi (KKP) yang terintegrasi dengan Program Pengalaman Lapangan (PPL) sebagai calon guru dibekali berbagai pengetahuan terutama perangkat pembelajaran yang akan diterapkan di sekolah yang sesuai dengan kurikulum baru yaitu KTSP
3.    Dewan guru beserta staf tata usaha dan siswa-siswi SMA Kartika VII-2 Kendari memiliki kedisiplinan yang tinggi, hal ini tergambar dari motto SMA Kartika VII-2 Kendari “Kedisiplinan Adalah Kunci Sukses, Kejujuran Dan Keadilan Bermula Dari Diri Sendiri” sehingga kegiatan belajar mengajar berjalan lancar.
4.    SMA Kartika VII-2 Kendari memiliki OSIS yang sangat berperan aktif dalam sekolah sehingga kedisiplinan siswa sangat terkontrol dan hubungan siswa dengan guru sangat akrab dengan adanya buku pengawasan setiap siswa.

Analisis Hasil

C.    Analisis Hasil Pelaksanaan dan Refleksi
1.    Hasil Bimbingan di Kampus
Dalam kegiatan pembimbingan di kampus Penulis sebagai mahasiswa Kuliah Kerja Profesi (KKP) terintegrasi PPL telah mengikuti kegiatan di kampus yang dilaksanakan secara terbimbing kurang lebih satu minggu. Dalam kegiatan ini, Penulis sebagai calon guru dibekali dengan berbagai pengetahuan terutama masalah penyusunan  Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
 Adapun penerapan dalam pembelajaran baik itu model pembelajaran, metode dan strategi pembelajaran juga dicantumkan dalam penyusunan RPP tersebut dengan ini diupayakan agar dalam penyajian pembelajaran nanti siswa diutamakan lebih aktif. Pada tahap ini Penulis sebagai mahasiswa KKP terintegrasi PPL dipersiapkan sebagaimana layaknya seorang guru dengan berbagai perlengkapan-perlengkapan yang akan digunakan di tempat KKP terutama perangkat pembelajaran. Hasil yang dicapai selama bimbingan dikampus adalah:
a.    Dapat menyusun silabus berdasarkan kurikulum yang baru yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
b.    Dilatih untuk membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berdasarkan silabus yang telah dibuat oleh kelompok dari program studi masing-masing.
c.    Memahami dan menerapkan strategi-strategi pembelajaran yang aktual sebagaimana sesuai dengan bidang studi masing-masing
1.        Faktor Pendukung
Faktor pendukung dalam kegiatan pembimbingan di kampus adalah :
a.    Tersedianya contoh-contoh perangkat pembelajaran yang berlaku tentang kurikulum baru (KTSP)
b.    Pemateri cukup berkualitas dalam menyajikan materi.
c.    Dosen pembimbing mengarahkan segala kemampuannya untuk membimbing mahasiswa dalam menerapkan model-model pembelajaran dan bagaimana memotivasi siswa agar ingin belajar.

2.    Faktor Penghambat
Dalam pembimbingan di kampus tentang penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berbasis KTSP merupakan hal baru dan informasi-informasi tentang KTSP juga masih sangat kurang hal ini disebabkan masih terpengaruh dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
2.    Hasil Bimbingan di Sekolah
a)    Kegiatan Observasi (Hasil Selama Minggu Pertama)
Dalam kegiatan pembimbingan praktek di Sekolah Penulis sebagai mahasiswa Kuliah Kerja Profesi (KKP) terintegrasi PPL yang ditempatkan pada SMA Kartika VII-2 Kendari pada minggu pertama melakukan observasi baik perangkat pembelajaran, sarana dan prasarana sekolah serta aturan yang berlaku di sekolah. Penulis mendapat bimbingan oleh guru pamong masing-masing maupun guru-guru yang ada di SMA Kartika VII-2 Kendari. Selanjutnya Penulis sebagai mahasiswa KKP-PPL diberikan kesempatan melakukan kegiatan observasi tentang kegiatan mengajar guru di kelas. Kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
    Faktor Pendukung
Dalam bimbingan praktek di sekolah faktor pendukung yang dirasakan oleh penulis adalah:
1).    Kepala Sekolah beserta seluruh dewan guru turut membantu mahasiswa Kuliah Kerja Profesi (KKP) di dalam pengenalan lingkungan.
2).    Guru pamong beserta dosen mendiskusikan tentang bagaimana proses belajar dan mengajar (PBM) yang diajarkan agar dapat tercapai hasil yang diinginkan.

    Faktor Penghambat
Dalam bimbingan praktek di sekolah faktor penghambat yang dialami oleh penulis adalah Kapasitas ruangan kelas tidak sesuai dengan jumlah siswa.
b)    Kegiatan Praktek Mengajar
•    Praktek Mengajar pada Minggu Kedua sampai minggu terakhir
    Faktor pendukung
Guru pamong memberikan bimbingan secara intensif kepada Penulis dalam melaksanakan praktek mengajar di kelas dan selalu mendampingi dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Di akhir kegiatan pembelajaran guru pamong bersama Penulis melakukan refleksi tentang kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
    Faktor penghambat
Penulis belum mengetahui secara pasti kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran yang diberikan. Secara umum siswa masih kurang memiliki konsep dasar ekonomi  terhadap materi pelajaran yang diberikan terutama dalam masalah permintaan, penawaran,dan harga keseimbangan, sehingga guru harus memberikan pemahaman yang lebih mendasar dalam penyajian materi.